SEJARAH JAKARTA I
Keadaan Tanahnya
Ditinjau dari sudut geologi Daerah Jakarta Raya dan sekitarnya termasuk daerah yang pembenrtukkan buminya lebih muda dari pada bumi di bagian selatan dengan gunung-gunungnya yang terbentang dari Baanten hingga Priangan timur. Daerah Jakarta oleh ahli geologi van Bemmelen digolongkan sebagai daerah Batavia (Jakarta) yang terbentang dari Serang — Rangkasbitung sampai Cirebon yang lebernya diperkirakan 40 Km.
Daerah Jakarta dan sekitarnya diperkirakan terbentuk karena peletakkan dan pengendapan Lumpur-lumpur yang dibawa sungai-sungai daari Gunung Salak dan Gunung Gede di daerah Bogor. Pada akir abad 16 dan 17 letak pusat Jakarta Kota di Muara Cilincing dan berbatasan dengan laut. Lebih–lebih letak benteng-benteng Kompeni Belanda pada sekitar tahun 1519 tampaknya di tepi laut. Letak bekas Kota Jakarta lama dengan laut/air kini lebih kurang 2 Km, proses pengendapannya rata-rata 6-7 meter.
Meskipun demikian dari sudut keletakkannya Jakarta Raya terletak di pesisir laut Jawa, dialiri sungai Ciliwung dan diapit oleh sungai-sungai besar yaitu, Cisadane di bagian barat, kali Bekasi dan Citarum du bagian Timur. Sungai itu kesemuanya menjadi factor penting bagi sasaran manusia untuk mencari, mempertahankan dan mengembangkan kehidupan social – ekonomi maupun budaya.
Muara-muara sungai Ciliwung, Bekasi, Cisadane, Citarum, itu kesemuanya terkenal sejak zaman sejarah sebagai Bandar-bandar yang penting di pesisir utara Jawa Barat, di samping Cibanten dengan Bantennya, Ciujung dengan Pontangnya, Cimanuk dengan Indramayunya dan Cirebon.
Zaman Batu
Peninggalan-peninggalan kebudayaan manusia yang ditemukan dari daerah Jakarta Raya dan sekitarnya diperkirakan berasal dari zaman kebudayaan batu baru atau neolitikum yang usianya secara relatif berasal dari 1500-1000 sebelum masehi. Alat-alat dari zaman tersebut yang berasal dari Jakarta Raya pernah dicatat dalam daftar himpunan benda-benda prasejarah di Museum Pusat oleh Dr. T. van der Hoop. Benda-benda prasejarah itu pada umumnya hasil dari pembelian dari penjual benda-benda antik dari tahun 1941. Sedang benda-benda yang ditemukan dan dihimpun setelah tahun itu juga terdapat beberapa puluh buah.
Tahun 3500 atau 3000 tahun yang lalu ada yang berua kapak, beliung, gurdi, pahat, pacul dan lain-lain. Benda- benda kebudayaan itu bahannya dibuat dari batu-batu jenis batu api, agaat jaspis, batu-batuan pasir yang mengeras, kapur peras, chacedoon/batu koral dan sebagainya. Benda benda tersebut pada umumnya sudah diupam halus dan telah memakai tangkai dari kayu.
Zaman Perunggu Besi
Alat-alat kebudayaan dari zaman perunggu besi itu antara lain berua kapak corong atau kapak sepatu telah ditemukan dari daerah Tanjung Barat di pinggir Ciliwung dekat bekas rumah tuan tanah di Pasar Minggu, dekat Cirancas di Tanjung Timur Ciliwung ke Cililitan.
Dari kelapa dua banyak ditemukan bekas-bekas pancoran besi atau tali besi bersama benda benda kapak persegi atau pahat dan pecaha-pecahan tembikar. Kapak corong telah ditemukan pula dari Lenteng Agung dan daera-daerah lainnya di sekitar Bekasi, Kerawang dan Tangerang.
Dari benda-benda logam perunggu dan besi yang ditemukan di beberapa tempat di daerah Jakarta dan sekitarnya itu jelaslah memberikan bukti bahwa tempat-taempat itu pernah dihuni oleh masyarakat dari zaman berikutnya. Dengan demikian masyarakat sendiri mengalami perkembangan baik dalam masalah kehidupan dan penghidupan sosial ekonomi maupun kulturilnya. Karena untuk menemukan, membuat dan mencairkan logan tersebut memerlukan ilmu pengetahuan.
Kedatangan Pengaruh Kebudayaan India Hingga Munculnya Tarumanagara dan Pajajaran.
Kedatangan orang-orang India, baik dari golongan pendeta atau Brahmana maupun pedagang ke Indonesia, diperkirakan sejak abad pertama Masehi. Demikian halnya dengan daerah-daerah pesisir utara Jawa Barat dimana bukti-buktinya yang tertua ditemukan di lingkungan Jakarta Raya. Tempat yang dimaksud ialah desa Tugu, desa Tugu yang kini termasuk Jakarta Utara.
Menurut laporan tempat penemuan sebenarnya ialah Kampung Batu Tumbu, desa Tugu yang dulu msuk Bekasi. Pemindahan prasasti tersebut dari tempatnya ke museum diajukan oleh Chijs pada tahun 1879. Batu bertulis tersebut berasal dari tahun 400 Masehi (pertengahan abad 5 M). Sejak ditemukan prasasti tersebut sudah ada beberapa ahli yang mentranskripsi dan menelaahnya antara lain: Prof. H Kern tahun 1885, Dr. J.P. Vogerl tahun 1925 dan Dr. R.M Purbatjaraka tahun 1952. kecuali itu masih banyak ahli yang mempergunakannya dalam penafsiran sejarah seperti Dr. H.J Kern, Dr. W.F Stuterhceim, Dr. Chabra dsb.
Bagi pulau Jawa prasasti ini merupakan bukti adanya kerajaan bercorak Indonesia -Hindu yang pertama, sedang bagi seluruh Indonesia merupakan bukti yang kedua setelah Kutai di Kalimantan Timur.
Isi dari prasasti Tugu itu menceritakan tentang Raja Purnawarman dari Tarumanagara yang menggali sungai Chandrabhaga dan Ghomati yang panjangnya 6122 busur atau kurang lebih 11 Km diselesaikan dalam tempo 21 hari, selamatannya dilaksanakan oleh para Brahmana dengan mengorbankan 1000 ekor sapi. Hal ini berarti pengerahan masa yang bukan sedikit dalam hal gotong royong. Karena pembuatan ini terjadi pada bulan-bulan Phalguna dan Caitra, yang menurut Dr. J.h. Vogel bersamaan dengan bulan-bulan Maret, maka penggalian sungai tersebut mengingatkan pada bulan setelah terjadinya musim penghujan yang amat lebat Januari- Februari.
Penggalian sungai ini ditinjau dari sudut keadaan tanahnya yang rendah, sehingga sering terjadi banjir. Pada masa kedatangan Belanda pertama kali di tahun 1596, diberitakan bahwa tanah-tanah sekitar Bandar Jakarta itu terendam air. Dewasa ini dapat pula disaksikan pada musim-musaim hujan, daerah-daerah tertentu di Jakarta mengalami banjir.
Raja Purnawarman meskipun pada masa penobatannya memakai nama Sangsekerta tidaklah perlu dianggap bahwa ia orang India, melainkan ia mungkin orang Indonesia yang berdiam di Jawa Barat. Pada waktu itu mendapat pengaruh kebudayaan India dan nasibnya baik menjadi raja besar. Agama yang dianutnya ialah Hindu terutama dari sekte Waisyana, penganut Wisnu dan menurut Ir. Moors adalah penganut desa Surya.
Tentang keagamaannya, dapat kita saksikan pada prasasti Tjiarunteun dan Kebon Kopi yang memuat sebutan, bahwa kedua telapak kakinya seperti telapak dewa Wisnu dan telapak gajahnya seperti telapak Gajah Airwata.
Batas kerajaan diperkirakan meliputi di sebelah timur di daerah Tjiarunteun dan bagian barat sampai Banten. Di sini ternyata ditemukan prasastinya di desa Munjul kabupaten Lebak. Sedang di daerah selatan sampai di daerah Bogor dimana juga ditemukan prasasti-prasasti dari Tjiarunteun, Pasir Awi, Kebon Koi, Muara Tjianten dan dari Djambu.
Masa Pajajaran
Pusat Pajajaran ialah “Dayuh” di daerah Bogor seperti dikemukakan oleh beberapa ahli: Dr. Purbatjaraka, Ten Dam, Krom dll berdasarkan adanya batu tulis didesa Batu Tulis yang memuat nama-nama raja Cribaduga, dan ayahnya serta kakeknya masing-masing bernama Rahiang, Dewa Niskala dan Rahiang Niskala Wastukancana. Batu bertulis di Bogor itu Candrasangkalannya oleh Dr. Purbatjaraka dibaca “Panca Pandawa Emban Bumi” atau tahun Caka (1333 M).
Dari daerah-daerah seperti Kalapa Dua pernah ditemukan sebuah batu kali yang digoresi huruf Jawa atau Sunda Kuno yang mungkin bersal dari abad-abad tersebut. Batu itu kini disimpan di Museum Fatahilah, Jl. Taman Fatahillah no.2 (Museum Jakarta). Kecuali itu pecahan-pecahan keramik Cina berasal dari abad-abad ketika masih berkembangnya kerajaan Pajajaran abad ke-14 – 15.
Bandar Kalapa sebagai Bandar yang penting pada zaman Pajajaran ternyata pula menjadi sasaran tempat perdagangan bangsa-bangsa asing. Pada tanggal 21 Agustus 1522 antara raja Pajajaran dengan pejabat-pejabat Syahbandar serta Tumegungnya mengadakan perjanjian dengan orang-orang portugis dibawah pimpinan Hendrique Leme dalam hal ini pendiri antar dagangnya atau loji.
Dalam perjanjian itu selain perihal izin mendirikan kantor dagangnya juga dinyatakan tentang perdagangannya serta serangan dari pihak musuh mereka. Setiap tahun raja Sunda Kalapa akan memberikan 1000 karung lada kepada portugis. Batu itu dibuat dan didirikan disertai upacara pesta-pesta. Batu peringatan atau “Padrao” tersebut ditemukan tahun 1918, dari pinggir sungai Ciliwung di Molenvit. Tetapi batu “Padrao” itu kini disimpan di Museum Pusat, Merdeka Barat 12 Jakarta.
Dari kampung kebantenan di daerah Bekasi, pernah ditemukan prasasti logam tembaga yang menyebut nama-nama raja antara lain ayah serta kakek raja Cribaduga yang pernah disebut pada batu tulis di Bogor. Sayangnya nama raja Cribaduga sendiri tidak disebut kecuali sebutan raja yang mendiami di Pakuan.
Zaman Fatahillah
Daerah Jakarta Raya dengan pusatnya dahulu Kalapa menjadi dasar bagi perkembangan daerah Metropolitan, jelas dengan bukti-bukti pemberitaan tentang kumpulnya bangsa- bangsa dengan kapal-kapal dagangnya serta juga suku-suku bangsa Indonesia lainnya.
Setelah hubungan portugis dengan raja Sunda Pajajaran terputus karena kedatangan Faletehan dengan tentaranya dari Demak, Banten dan Cirebon, maka tahun 1527 dikuasailah Bandar Jakarta. Menurut Dr. Sukanto tepatnya tanggal 22 juni 1527 (hari Jadinya kota Jakarta).
MASA BELANDA
Sejak menjadi Bandar di bawah kekuasaan muslim, Jakarta tetap berkembang dan terbuka bagi segala bangsa juga selama tidak mencampuri urusan politik kekuasaannya.
Jakarta di bawah pemenrintahan Tubagus Angke, pangeran Jakarta Wijayakarma, mengalami perkembangan yang pesat di bidang social ekonomi dan budaya. Sejak Jakarta direbut oleh kompeni Belanda di bawah pimpinan Gubernur Jenderal Jan Pieter Zoon Coen tanggal 30 Mei 1619 dan menjadi Batavia, maka perkembangannya sebagai pusat perdagangan, politik dan pemerintahan kolonialnya makin pesat (untuk menguasai seluruh Indonesia).
Sejak itu pula bangsa bangsa lain termasuk bangsa Indonesia dari berbagai suku -karena kepentingan perdagangan serta karena sering diambil dalam hubungan peperangan- berkumpul dan mendirikan kampong-kampung, seperti: kampong Bali, Kampung Bugis, Kampung Ambon, Kampung Banda dan lain lain. Demikian garis garis besar sejarah daerah Jakarta Raya dan sekitarnya dari zaman Prasejarah hingga Zaman Pajajaran dengan sedikit lintasan sampai kekuasaan Belanda
SEJARAH JAKARTA II
1. JAYAKARTA DARI TAHUN 1618
a. Dr. J.W. Ijzerman 1917 peta Jogjkarta
b. Kyai Arya, Patih Jayakart
c. Pasar Ikan, Kampung dan Mesjid Luar Batang
d. Belanda 1596 di Banten dan 1917 di Jayakarta
e. Gudang Nassau, Mauritius dan Het Fort van Jakarta
f. 1619 perang Inggris dgn Belanda J.P Coen ke Maluku
g. 30 Mei 1619 serangan balasan J.P Coen menang dan mendirikan kota Batavia
h. Pulo Gadung dan Kampung Gusti di Angke
i. Banten, Cirebon dan Demak
j. Pangeran Jayakarta dan Pangeran Wijayakusumah
k. Peta 1618 dan 1619
2. BATAVIA 1619 DAN 1627
a. Benteng Jacatra menjadi Kastel Batavia
b. Kota intern bagi Kota Batavia kuno:
a) Parel
b) Diamond
c) Saphir
d) Rabijn
c. Peta tahun 1627
d. Couritme/ Gordijn, Landfort and waterpoort
e. Parit-parit/grahten dan kali Baru
f. Di Tijgersgracht/ Jalan Bos-Kali Besar Princesstraat/ Jalan Lada – Stadhuis
3. BATAVIA 1632 DAN 1635
a. Mendali emas Jacques Speck hadiah masyarakat China
b. 1627 -1629 Sulatan Agung Mataram
c. 1629 J.P. Coen meninggal diganti Jacques Speck
d. G.G. Antonie Van Dremen 1636-1645
e. Peta tahun 1635
4. Batavia tahun 1630
a. 1650 Peta dibuat oleh Clemendt de Longhe
b. Kasteel, Voorstad dan De Voorstad
c. 1672 perbandingan dengan peta
d. Molenvliet (molen:kincir, vliet: aliran)
e. Phoa Bingan, Kapten China
f. Rijkwjk Straat (Jl. Majapahit)
g. 1740 peta Batavia
5. BATAVIA ABAD 18
a. Masa pemukinan ke luar kota
b. Jacatraweg (jalan Pangeran Jayakarta)_ Jacatraweg Fort
c. pagar pagar monumental dalam gaya Barogur
d. tempat mandi dan pangakalan perahu
e. Orebaai (saling mengunjungi) perahu dan budak pendayung
f. Sepanjang Molenvliet masih ada tapi di jalan Jacatra sudah lenyap
g. Singerland (Ancol) gedung-gedungnya sudah punah
h. 1761 _ 1775 Peta Van dan Varra dan G.G Van der Parra
i. Direproduksi Dr. F. de Haan – Betawi Lama
j. Akhir abad 18 perpindahan besar besaran ke Weltrevreden yang lebih tinggi dan
sehat
6. WELTEVREDEN ABAD 17 SAMPAI 18
a. 1648 milik Antony Paviliun – nama Weltevreden.
b. Daerah hutan, rawa dan padang rumput
c. Orang Cina menyewa dan menanam tebu dan sayuran
d. Bersawah dan berladang
e. 1697 Cornelis Chastelein mendirikan gedung
f. Terdapat dua kincir penggilingan tebu
g. 1733 Tanah Abang dijual kepada Justinus Vinek
h. 1735 Pasar Tanah Abang dan Pasar di Weltevreden
i. Jl. Gunung Sahari – P senen – Kramat dahulu namanya Grote Zuiderweg (Jl. Raya Selatan
j. Vinek – Passer (Pasar Senen)
k. Dijual kepada G. DJ Jacob Mossel, pembuat Kalilio yang sejajar dengan “de Grote Zuiderweg”
l. “Het Landhuis Weltevreden “ semenanjung buatan Kalilio dibuat oleh Jacob Mossel
m. Gang Kenanga menuju “ Het Land Huis Weltevreden”
n. 1780 Peta dasar kebun dan rumah di Weltevreden
o. 1767 Weltevreden milik Van der Parra batas-batasnya:
a) Postweg dan Schoolweg – utara (jl pos) – (jl. Dr. Sutomo)
b) De Grote Zuiderweg – Timur
c) Kramat/Jambatan – selatan
d) Ciliwung – Barat
p. Waterlooplein dan Hertogspark – batas-batasnya Weltevreden
q. 1797 weltevreden Kwintang dibeli oleh Van overstraten.
r. Asli Pasar Senen – Simpang Tiga Gang Kenanga Jl. Senen sekarang. Buka setiap hari senen saja
7. JAKARTA ABAD 19
a. 1807 Herman Willem Daendels >Asia – Eropa semakin pendek jaraknya. Lalulintas perdagangan dan bongkar muat barang perlu waktu singkat.
b. Pelabuhan lama Pasar Ikan semakin lama tidak sesuai dengan perkembangan tersebut.Bongkar muat jauh jaraknya dari pantai pelabuhan lama sebagai sebab utama diperlukannya pelabuhan baru yang modern
c. Dalam jangka waktu pembangungan 6 tahun (1877-1883) berdirilah Pelabuhan Tanjung Priok Km sebelah kanan Pelabuhan lama yaitu Pasar Ikan atau Sunda Kelapa.
d. Pelabuhan dalam I (1879 – 1883) diresmikan 1886, panjang 200m dan luas permukaan air 20 Ha
e. Pelabuhan dalam II (1910-1817) untuk kapal-kapal penumpang dari maskapai-maskapai Nederland, Roterdamsche Loyd dan Ocean.
f. Perkembangan lalu-lintas didarat mengikuti dengan dimulainya pemasangan jaringan jalan kereta api 1873 antara Batavia _ Buitenzorg (Bogor). Kemudian diikuti ole jaringan kereta api lainnya di dalam dan di sekitar Batavia.
g. Mulai tahun 1881 “Tram Uap” mulai dipergunakan dalam kota dan 16 tahun kemudian (1897) dipergunakan trem listrik.
h. Tahun 1930 peleburan perusahaan angkutan darat seleruh lalu linta trem mempergunakan trem listrik, akan tetapi alat pengangkut ini kurang efektif dan mengganggu pemandangan kota.
i. Lalu lintas pos, telegrap dan telepon turut berkembang dan perkembangan ekonomi baru berkembang dimulai dengan munculnya pabrik-pabrik.
j. Akibat dari perkembangan tersebut timbullah masalah masalah perumahan penduduk Eropa sebagai prioritas saat itu.
k. Penduduk yang dating dari desadesa mendirikan rumah-rumah dan kampong-kampung dibeberapa tempat diberi nama sesuai dengan kampong/daerah asalnya
10. JAKARTA AWAL ABAD 20
a. Tahun 1909 diterapkan peraturan mengenai pengawasan dan perencanaan pembangunan perumahan.
b. Pada dasarnya “Gemeente Batavia” telah menetapkan tahun 1917-1918 sebagai tahun dimulainya rencana pengembangan Batavia.
c. Dengan persetujuan Gemeeteraad (Dewan Kota Praja) Pada tahun 1912 perusahaan pembagnunan perumahan “Gondangdia” merencanakan pembangunan perumahan dan prasarananya seperti jalan-jalan, taman-taman dan saluran air buangan.
d. Secara berangsur kota Praja telah membeli tanah-tanah partikelir Menteng, Sentiong, Jati Wetan, Petojo dan sebelah terusan Krukut untuk daerah perumahan.
e. Tahun 1920 dibeli pula tanah Gondangdia, Karet duku, Bendungan Udik, Kramat Lontar dan Jati Baru. Tanah Kotapraja seluruhnya saat itu luasnya menjadi * juta m2
f. Pembangunan taman-taman penghijauan diperhatikan sekali sehingga pemandangan Batavia dan Weltevreden menyedapkan pandangan.
g. Taman-taman seperti “Wilhemia Park (kompleks Mesjid Istiqlal sekarang), Frombergs Park (depan M.B.A.D) sekarang, “Deca Park” (depan Istana Merdeka) dan “Burgemeester Bisschoplein “ (Taman Surapati Sekarang) merupakan tempat rekreasi utama penduduk.
h. Pendirian badan “Bouwploeg”(ingat pasar Baplo di Gondangdia) untuk dimulainya pembangunan Gondangdia baru dan Menteng Baru.
i. Sejak Taruma Nagara usaha-usaha pengendalian banjir sebagai suatu masalah sehingga dibuatlah saluran banjir (banjir Canal)
j. Sungai Ciliwung dan Sungai Krukut dapat dikendalikan sebagai penyebab banjir dipimpin oleh Prof. Dr. Van Breen.
k. Sejak tahun 1925 dimualilah usaha-usaha perbaikan kampong setelah pengendalian banjir berhasi sampai dengan menjelang perang duaniaII.
l. Sejak tahin 1969 Pemerintah DKI Jakarta memulai lagi perbaikan-erbaikn kampong hingga sekarang.
11. LAPANGAN MERDEKA (KONNINGSPLEIN)
a. G.G. H.W . Daendels tahin 1818 membuka sebidang tanah berukuran 1x 0,85 Km diberi nama “Konningsplein” untuk latihan perang dan parade.
b. Lapangan ini sekarang kita kenal sebagai Medan Merdeka atau Lapangan Monas, karena ditengah ada Monumen Nasional yang didirikan oleh almarhum Presiden Soekarno pada tahun 1961 dan selesai tahun 1968.
c. Mula-mula dipasang jalur rel kereta api dengan emplasemen dan stasiun Gambir di bagian timur.
d. Dulu di Lapangan Monas ada kantor telepon di depan Istana pada tahun 1909 berturut-turut dierluas hingga tahun 11928.
e. Disebelah timur tahun 1913 dibuat Taman Deca Park dengan gedung bioskop dan lainnya.
f. Di antara taman Deca Park dan jalan kereta api terdapat taman segitiga ‘Frombergpark”.
g. Sebelah selatan taman Fromberg diisi dengan lapangan lapangan leh raga dari Bataviasche Sporrt Club (BSC), lapangan pacuan kuda dari Batavia Buitenzorg Wedloop Societeit (BBWS) tahun 1905 dan lapangan balap sepeda tahun 1936.
h. Gedung-gedung sekitar lapangan berubah dari rumah-rumah besar dan megah, karena besarnya ongkos pemeliharaan berubah fungsinya menjadi gedung perusahaan dan pemerintahan.
i. Di jalam Medan Merdeka Barat di samping kanan Gedung Museun tahun 1928 dibangun gedung “ Rechthogeschool” (sekolah Tinggi Hukum). Sekarang dipakai oleh Departemen Pertahanan dan Keamanan.
j. Sebelah kiri museum dibangun gedung kantor-kantor maskapai pelayaran Nederland dan Roterdam Loyd dan gedung siaran Radio NIROM kini tetap gedung RRI yang dibuat oleh arsitek Blankenberg.
k. Di jalan Medan Merdeka Selatan, rumah-rumah kuno dipergunakan oeleh Gubernur Jawa Barat (dahulu), Dewan Rakyat Gemeente Batavia dan rumah dinas Dirktur Javaasche Bank.
l. Ujung barat Jalan Merdeka Selatan Tahun 1937 didirikan gedung “Koloniale Petroleum Verkoop Maatschappy”
m. Di jalan merdeka timur (kecuali gereja Immanuel) terdapat gedung K.P.M dibangun tahu 1916 dengan bangunan bercorak dekoratif
n. Pada tahun 1938 di jalan Merdeka Timur dibangun gedung dan menara “Bataafche Petroleum Maaatschappy” (BPM).
o. Sejak tahun 1918 Jalan MKuseum sebagai jalan utama menghubungkan lapangan Merdeka dengan daerah Petojo sebagai pangkal erkembangan kota kea rah barat.
12. KOTA SATELIT KEBAYORAN
a. Perusahaan-perusahaan perkebunan asing, bank, pertambangan pelayaran dan usaha-usaha dagang lainnya memerlukan rumah-rumah dan kantor-kantor.
b. Timbul gagasan pembukaan tanah 8 km dari lapangan Merdeka ke sebelah selatan (kebayoran Baru Sekarang) yang semula diperuntukkan bagi pembuatan lapangan terbang internasional baru menggantikan Kemayoran (didirikan menjelang perang dunia ke-2).
c. Jalan kereta api Tanah Abang-Tangerang dapat mempermudah pengangkutan bahan-bahan bangunan sebagai tepi dari deerah proyeksi perumahan Kebayran Baru tersebut.
d. Perencanaan diserahkan kepada Ir. M. Soesilo dari Biro Pusat Planlogi yang berhasil membuat kerangka rencana penggunaan Kebayoran.
e. Istilah Kota Sateli Kebayoran sebetulnya kurang tepat karena jarak kota Satelit adalah 15 km dari kota induknya dan sebagai satu kesatuan yang berdiri sendiri atau kegiatan sehari-hari.
f. Tanggal 1 Desember 1948 dimulai pembangunan Kebayoran Baru dengan pembayaran ganti rugi kepada penduduk 700.000 pohon terdiri dari 26 macam pohon buah-buahan, 1688 bagunan rumah, kios dan kandang-kandang ternak yang harus disingkirkan.
g. Blan Januari 1949 ganti rugi selesai dengan menghabiskan uang sebanyak 15 juta Gulden.
h. Peletakan batu pertama sebagai tanda dimulainya embangunan tanggal 18 Maret 1949 dan klemudian terselesaikan 2050 rumah yang semula sebanyak 2700 rumah kediaman
SEJARAH MUSEUM – MUSEUM DI JAKARTA
MUSEUM SEJARAH JAKARTA
Museum Sejarah Jakarta
Museum Sejarah Jakarta termasuk bangunan yang cukup tua, dengan usia yang sudah mencapai 400 tahun, pada waktu penyerbuan pasukan Sultan Agung dari Matram atas benteng VOC Belanda di Batavia tahun 1928 gedung ini terbakar.Peristiwa ini dapat kita saksikan dalam lukisan S. Sujoyono di Museum Sejarah Jakarta, yang melukiskan serdaddu VOC melawan tentara dari Sultan Agung.
Pada prasasti cukilan kayu yang berasal dari abad 18 menjelaskan bahwa gedung ini sebagai gedung Stadhis (Balai Kota), dilakukan pemugaran atau perbaikan pada tahun 1710, dengan demikian pada tahun tersebut bentuk sudah sempurna seperti yang kita saksikan sekarang.
Di samping itu, gedung ini dikenal dikalangan masyarakat dengan sebutan Gedung Bicara yaitu tempat pengadilan colonial Belanda. Bukti-buktinya masih ada seperti, kamar-kamar tahanan yang terdapat di bagian belakang, depan dan samping sebelah barat.Konon kabarnya di sini dilakukan hukuman yang sangat kejam, seperti hukuman gantung.
Pada masa penjajahan Balanda dulu gedung ini menjadi Balai kota atau Stadhuis yang ditemti oleh Gubernur Jnderal. Pada bagian depan gedung ini dibangun pula taman yang diberi Taman Fatahilah, untuk mengenang pahlawan.Fatahilah yang telah berhasil mengusir Portugis dari Sunda Kelapa.Museum sejarah Jakarta memamerkan berbagai macam koleksi tentang kepurbakalaan, hingga zaman kemerdekaan.
Museum Wayang
Gedung ini dibangun pada tahun 1640 digunakan sebagai gereja yang diberi nama Oude Holansche Kerk, hingga tahun 1732. Pada tahun 1848 nama gereja diganti menjadi Niew Holansche Kerk. Di bagian tengah gedung dipergunakan sebagai kuburan khusus bagi para pembesar Belanda, yang meninggal dunia di Jakarta, antara lain: Jan Pieter Zoon Coen.
Pada tahun 1934 bekas gereja itu dijadikan gudang perusahaan Geo Wehry , yang pada tanggal 14 Agustus 1936 pemerintah Belanda menetapkan gedung ini sebagai monument. Kemudian gedung ini dibeli oleh Bataviasche Genootschaap Van Kunsten en Wtenschaapen, sebuah lembaga yang bergerak dalam bidang Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan di Indonesia. Pada tahun 1937 dijadikan Museum Jakarta.
Museum Wayang menampilkan koleksi beerbgai macam jenis wayang yang berasal dari dalam maupun dari luar negeri serta perangkat gamelan sebagai alat musik pengiring pertunjukan wayang. Setiap hari Minggu dua kali dalam sebulan diselenggarakan pagelaran wayang kulit maupun wayang golek dan demonstrasi pembuatan wayang.
Museum Bahari
Pada mulanya gedung ini gedung ini dibangun oleh VOC sebagai tempat penyimpanan rempah-rempah, dan secara bertahap. Tahap pertama tahun 1718, tahap kedua ketiga dan ke empat di tahun 1773 dan 1774. sekarang berfungsi sebagi museum, tempat menyimpan dan memelihara berbagai jenis model perahu, model kapal, perlengkapan dan alat-alat navigasi serta lainnya tentang kelautan.
Bentuk-bentuk perahu serta motif-motif hiasnya yang aneka ragam berasal dari seluruh nusantara. Museum Bahari menampilkan beberapa aspek sejarah daro tokoh-tokoh bahari. Tidak ketinggalan ditampilkan juga kehiduan mereka yang tinggal di pantai-pantai.
Museum Tekstil
Pada mulanya gedung ini milik orang Perancis, yang dibangun adad 19 kemudian oleh konsul Turki yang bernama Abdul Aziz Al Muszawi Al Katiri seorang bangsawan yang menetap di Indonesia. Pada tahun 1929 gedung tersebut dihibahkan kepada keluarganya. Kemudian pada masa perjuangan menyongsong kemerdekaan gedung dijadikan Markas Pemuda Pelopor dan Badan Keamanan Rakyat hingga sekitar trahun 1945.
Pada tahun 1947 gedung didiami oleh Lie Sion Pin, dan dia kontrakkan kepada Dinas Perumahan Departemen Sosial sebagai tempat penampungan orang-orang jompo. Pada tahun 1952 gedung ini dibeli oleh departemen social, dan dijadikan Kantor Jawatan Sosial.
Pada tahun 1960 oleh departtemen social dijadikan Asrama Pegawai yang menampung 40 keluarga. Akhirnya pada tanggal 25 Oktober 1975 Departemn Sosial menyerahkan gedung itu kepada Pemda DKI Jakarta, kemudian dijadikan Museum Tekstil. Museum ini memamerkan berbagai koleksi kain tenun dan batik dari seluruh wilayah Nusantara serta alat-alat tenun dan membatik secara tradisional.
Gedung Joeang 45
Pada masa Hindia Belanda Gedung ini merupakan sebuah hotel yang mewah bernama Schoper. Ketika Jepang menduduki Indonesia di jadikan kantor jawatan propaganda atau Sendenbu. Oleh jepang kemudian diserahkan kepada para pemuda Indonesia untuk dijadikan tempat pendidikan yang akhirnya dikenal nama Asrama Aangkatan Baru Indonesia. Oleh para pemuda gedung ini tidak dipergunakan untuk membanti Jepang, akan tetapi dijadikan tempat penggemblengan dalam rangka mempersiapkan kemerdekaan Indonesia.
Setelah kemerdekaan pada tanggal 18 Agustus 1945 di gedung ini didirikan Komite Van Aksi yang bertugas untuk mempertahankan kemerdekaan. Pada tanggal 22 Agustus 1945 gedung ini ditetapkan sebagai maarkas pemuda. Oleh karenanya terkenal para pemuda Menteng 31. pada tangal 20 September 1945 Jepang mengadakan penggerebekan dan pengangkapa terhadap para pemuda Menteng 31.
Museum Joeang 45 menampilkan berbagai macan koleksi yang berupa foto, lukisan maupun alat-alat lainnya tentang peristiwa perjuangan merebut dan mempertahankan perjuangan bangsa.
Alamat : Jl. Menteng Raya 31. Jakarta Pusat
Open : 09.00-16.00
Museum Prasati
Di masa sebelum kemerdekaan RI di Jalan Tanah Abang I terdapat pemakaman/pekuburan tua di mana di dalamnya terseimpan kuburan pejabat dan tokoh-tokoh Belanda di masa itu yang dikenal dengan nama pemkaman Kebon Jahe. Setelah masa kemerdekaan, pemakaman tersebut masih digunakan untuk pemakaman umum bagi umat Nasrani yang pengelolanya dilakukan oleh Dinas Pemkaman DKI Jakarta.
Guna pemeliharaan kesinambungan sejarah yang pernah ada, baik yang berkaitan dengan sejarah Jakarta maupun sejarah Indonesia umumnya, maka pemakaman Kebun Jahe sejak tahun 1975 ditutup untuk tempat pemakaman dan mulai dipugar guna dijadikan Museum Taman Prasasti sehingga kelestarian sejarah serta nilai seni arsitektur yang tekandung di dalamnya dapat dipelihara dan meruakanbukti-bukti sejarah masa lalu.
Alamat :Jalan Tanah Abang I, Jakarta Pusat
Open : 09.00-16.00
Museum Keramik dan Balai Seni Rupa
Dahulu gedung ini berfungsi sebagai Raad Van Justice atau dewan kehakiman Belanda yang dibangun tahun 1870. dalam Gedung Seni Rupa Jakarta terdapat dua buah museum, yaitu:
a. Museum Seni Rupa
Memamerkan aneka ragam karya-karya seni lukis dari berbagai aliran mulai karya Raden Sleh hingga karya mutakhir lukisan abstrak
b. Museum Keramik
Memamerkan berbagai macam kolesi keramik, baik keramik local maupun keramik asing
Alamat :Jl. Taman Fatahilah no 2, Jakarta Barat
Open : 09.00-16.000
Museum Muhammad Husni Thamrin
Disamping menampilkan dokumentasi perjuangan Muhammad Husni Thamrin juga ditampilkan koleksi berbagai peranan gedung ini ada masa-masa perjuangan bangsa mencapai kemerdekaan. Gedung ini pada waktu itu banyak dipergunakan oleh organisasi Panitia Persiapan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, sehingga dikenal dengan nama gedung Permufakatan
SEJARAH GEDUNG GEDUNG DI JAKARTA
1. Istana Merdeka
Rumah yang tertua di blok oleh orang Perancis (Francewijk) ini yang dahulu dinamakan Rijswijk, adalah Hotel der Nederlanden yaitu bangunan kuno yang histories yang sekarang tidak berbekas.
Bangunan ini dibuat oleh Pieter Tensy tahun 1794 sesuadah dia meninggal bangunan ini kemudian jatuh ke tangan Van Isseldijk (Raad van Indie) pada tahun 1812 dijual kepada Rafeles sebagai tempat tinggalnya. Raffles lah yang melebarkn pekarangan bangunan ini begitu pula dengan patung-patung yang berada di pintu masuk, beliaulah yang menempatkannya. Pada tahun 1826 perumahan ini dibeli oleh Pemerintah utnuk tempat kediaman para Comisarissan yang kemudian dihuni oleh Residen Van Batavia tahun 1827 – 1897.
Pada zaman Engelsetassenbestuur bangunan yang berada di sebelah Hotel der Nederlanden (dimana Raffles tingal) berdiamlah Hugh Hope sebagai Civil Comisioner atau Gubernur Pantai Utara tanah Jawa, kemudian Member of Council yang diadakan oleh Lord Minto untuk pengganti utama Raffles. Namun oleh kelihaiannya dalam diplomatik yang ulung ini dapatr disingkirkan secara halus. Gedung ini dibangun oleh Jonk Van Braam tidak lama sesudah Hotel Dernederlanden berdiri. Van Braam hingga akhir hyatnya masih mendiami kopelnya yang berada di sebelah selatan gedung ii. Setelah Van Braam meninggal dunia tahun 1820, rumah yang besar dan artistic ini dibeli oleh pemerintah untuk tempat tinggal para Gubernur Generalnya. Dulu gedung ini mempunyai dua tingkat, namun pada tahun 1848 telah dibongkar. Ruangan muka yang sekarang menghadap kea rah lapangan Monas kemudian diperluas untuk mendapatkan pemandangan yang terbuka.
Pembangunan tambahan yang terarah dari pada bangunan ini kesebelah selatan dipergunakan untuk kepentingan Negara, bila gubernur Jendralnya memerlukannya untuk kepentingan pesta-pesta dan juga pada waktu diadakan siding-sidang Dewan Raad van Indie. Kator sekretaris dari dulu berada di dekatnya di Lijkwijk. Pagar besi yang sekarang menutup halaman belakang Istana dibuat pada tahun 1875. istana Gubernur Jenderal mula-mula dihuni oleh G.G. van der Cappelen dari tahun 1816 -1826. kemudian menyusul Du Bus de Gesignies sebagai Comisarich General dari tahun 1826-1830. yang terakhir mendiami gedung ini ialai Gubernur Jenderal Tjarda Strarokenborg Staakhouwer pada tahun 1942. Setelah Indonesia merdeka gedung ini dipakai sebagai tempat kediaman resmi Presiden Republik Indonesia.
2. Gedung Joeang 45
Di jalan raya menteng 31 terdapat sebuah gedung tua (dulu Hotel Schomper) yang sekarang kelihatan wajahnya telah muda kembali setelah dipugar beberapa waktu yang lalu. Gedung ini diresmikan oleh presiden Suharto pada tanggal 19 Agustus 1974 dengan nama Gedung Joeang 45.
Gedung ini merupakan salah satu bagunan bersejarah yang dilindungi undang-undang Monumen Stbl .238-1931, seesuai dengan ketetapan Surat Kepustusan Gubernur Kepala Daerah khusus Ibukota Jakarta tanggal 10 Januari 19972 No Cb.11/12/72. Pada masa pendudukan Jepang dipergunakan oleh para pemuda Indonesia untuk membantu perang Jepang melawan sekutu. Tettapi dapat diputar balikkan oleh para pimpinan pergerakan, mendidik para pemuda tsb menyaiapkan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Pada zaman Hindia Belanda gedung ini belum berarti apa-apa bagi perjuangan bangsa Indonesia, karena gedung ini masih merupakan sebuah hotel mewah dengan nama Hotel Schomper.
Pada tanggal 8 Maret 1942 sesudah Hindia Belanda menyerah kepada Jepang maka gedung ini kemudian diambil alih oleh Jepang dan diserahkan kepada Jawatan Propaganda Jepang (Sendenbu). Sejak bulan Juli 1942 gedung ini diserahkan oleh Sendenbu kepada para pemuda untuk digunakan sebagai tempat pendidikan.
Tetapi maksud dan cita-cita Jepang in berhasil diutarbalikkan oleh para pemimin pergerakan Nasional yang ditugaskan menjadi guru di tempat ini dengan menamakan cita-cita kemerdekaan Indonesia.
Pusat pendidikan ini kemudian dikenal dengan ASRAMA ANGKATAN BARU INDNESIA. Para engajar atau guru-guru yang memberikan pelajaran terdiri dari pemimpin-pemimpin pergerakan, seperti: Ir. Soekarno, Dr. Moh. Hatta, Mr. Muhammad Yamin, Mr. Soenario, Mr. ahmad Soebardjo, Mr. Amir Syarifudin, M.Z. djambek, Mr. Dajoh. Di sini diberikan beberapa mata pelajaran enting kepada para pemuda Indonesia yang mengikuti pendidikan tersebut, seperti Ilmu Politik, Ilmu Negara, Ilmu Internasionbal, Ilmu Sejarah, Ilmu Geopolitik dan lain lain.
Semua pelajaran yang diberikan dalam gedung ini kemudian distensil serta disebarluaskan kepada para pemuda di seluruh Indonesia. Pemuda-pemuda yang didik pada umumnya dating dan berkumpl atas kesadaran sendiri karena mempunyai tujuan dan cita-cita yang sma yaitu kemerdekaan Indonesia. Selanjutnya di gedung ini didirikan pula suatu organisasi setengah kepanduan dan setengah militer dengan nama Barisan Banteng. Barisan ini merupakan kader revolusi tempat menanamkan semangat kebangsaan Indonesia dan menaburkan benih kebencian anti Jepang. Oraganisasi ini kemudian berkembang keseluruh Jawa, terutama si kota-kota besar. Kemudian dalam tahun 1945 di gedung ii diwujudkan suatu persatuan emuda yang sebelumnya telah tergabung juga dalam Angkatan Baru Indonesia tetapi dalam bentuk yang lebih nyata pada tanggal 18 Agustus 1945 dengan nama Komite Van Aksi (Panitia Aksi), yaitu dalam rangka mempertahankan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
Pada tanggal 22 Agustus ditetapkanlah secara pasti bahwa Gedung Menteng 31 dipakai markas mereka. Pengaruh Van Aksi dari Menteng 31 ini keseluruh Jakrta bahkan keseluruh Indonesia. Cetusan semangat Menteng 31 telah membakar jiwa raga rakyat seluruh Indonesia terutama para pemudanya. Lalu pada tanggal 20 September 1945 Jepang melakukan penggerebekan serta penangkapan terhadap pemuda-pemuda yang bermarkas di gedung Menteng 31 ini.
Gedung Joeang 45 sebagai suatu memorilal hall akan diarahkan sebagai pusat dokumentasi benda-benda perjuangan 45 dan selanjutnya gedung tersebut dapat dimanfaatkan untuk umum, terutama diharapkan bagi tunas-tunas muda sebagai generasi penerus perjuangan Bangsa Indonesia.
4. Gedung Arsip Nasional
Gedung yang sekarang berdiri dengan megah serta mempunyai arsitektur yang tersendiri di antara bangunan-bangunan baru yang sudah banyak di Jalan Gajah Mada ini pada tahun 1960 dibangun oleh G.G. Reiner de Klerk. Pada waktu bangunan dan keadaan gedung ini sudah banyak mengalami perubahan dengan keadaan yang kita lihat sekarang. Terutama keadaan bangunan-bangunan di bagian belakang gedung ini yang banyak mengalami perubahan dari bentuk semula.
Setelah Reiner meninggal, di dalam persil terdapat sebuah rumah besar, dua bangunan dapur, kandang kuda, garasi, tempat cuci, gudang, rumah-rumah pembantu, tampat penginapan para pembantunya dan beberapa bangunan lainnya yang tersebar di bagian belakang gedung ini.
Pada tahun 1780 de Klerk meninggal dunia, kemudian tidak lama menyusul jandanya. Setelah beberapa lama kemudian seorang yang bernama Johanes Sieberg membeli rumah ini beserta pekarangannya. Selama 30 tahun beliau mendiami rumah yang luar biasa besarnya.
Tetapi kirnya Johanes Sieberg yang kuat dan tangguh itu pun terpaksa harus tunduk pula pada daya tahannya dalam mengusrus perumahan yang besar ini. Pada tahun 1818 rumah itu dan pekarangannya kemudian dibeli oleh Lambart Zegers Veekens, tetapi orang ini pun tidak dapat tahan lama.
Rumah G.G. Reiner de Klerk ini pun akhirnya berpindah tangan lagi pada Lendert Miero. Dia adalah seorang bekas pegawai pribadi G.g. Reiners de Klerk sendiri pada tahun 1819. Lendert Miero ini adalah orang yang kelak menjadi seorang tuan tanah Pondok Gede.
Beberapakali diadakan keramaian didalam ruangan gedung ini yang dilakukan oleh Lembert Miero tidak seorang pun yang pernah mengetahui. Keadaan terus berlangsung sampai pada tahun 1834 Lendert Miero meninggal dunia. Keburannya berada didekat rumahnya di Pondok Gede.
Pada tahun 1814 rumah G.G. de Klerk ini kemudian dibeli oleh Diaconie, kemudian pada tahun 1900 untuk mencegah dari kehancurannya dari tangan para tukang tadah gedung ini diambil alih oleh Pemerintah Belanda. Kemudian beberapa waktu lamanya Dinas Pertambangan mengisi gedung ini. Dalam tahun 1925 dengan resmi oleh pemerintah pada masa itu diberikan kepada Dinas Arsip Negara. Sekarang gedung ini dipakai oleh Arsip Nasional yang berfungsi sebagai penyimpanan arsip-arsip negara
5. Gedung Departemen Keuangan
Dalam bulan Maret 1809 setahun setelah Daendels menjual tanah weltevreden, pemerintah Belanda memutuskan untuk membangun istana yang berhadapan letaknya dengan Lapangan Parade Waaterlooplein (Lapangan Banteng Sekarang).
Pembangunan dibebankan kepada Letnan Kolonel J.C. Schultze, ini tercatat pula sebagai pembangunan Societeit Harmonie di Batavia, walaupun ketika ini keadaan keuangan pemerintah sedang dalam krisis namun rencna-rencana pembangunan gedung tetap juga dilaksanakan.
Pemerintah Belanda lalu menetapkan bahwa bangunan induk dari sebuah gedung ini untuk dipakai bagi kepentingan Gubernur Jenderal sendiri, sedangkan bangunan lainnya dimaksudkan sebagai tempat bureau-bureau dari pemerintah Pusat, disebabkan hingga waktu itu Pemerintah Pusat belum bisa menjauhkan kantor-kantor bagiannya dari ruangan induknya.
Untuk merampungkan pembangunan gedung ini Pemerintah Belanda telah bekerja dengan sekuat-kuatya. Untuk bahan bangunan gedung ini antar lain: diambil bahan-bahan dari bekas bangunan-bangunan dalam Kaasteel Batavia.
Ketika bangunan induk selesai sebagian, dan bangunan-bangunan saya kanan baru stengah selesai, Gubernur Jendera Daendels diganti kedudukannya oleh Geubernur Jenderal Jansens. Jansens rupanya telah membiarkan bangunan ini terlantar tidak sempurna.
Baru ketika Du Bus berkuasa dalam tahun 1826 ia telah memerintahkan Ir. Tromp untuk menyelesaikan bangunan ini bagi kepentingan kantor-kantor Pemerintah Belanda di Indonesia.
Setelah bangunan ini selesai dalam tahun 1828 maka padfa tahun 1829 di belakang gedung ini ditanam beberapa tanaman hias yang indah sebagai kebun-kebun botani, namun sangat disayangkan bahwa pohon-pohon ini akhirnya mati begitu saja.
Dalam tahun 1835 dibagian ruangan bawah gedung in pernah pula dipakai sebagai kantor pos dan percetakan Negara, dan bagian lainnya dipakai oleh Hoogerchof dan Algemene Secretarie. Pada tanggal 1 Mei 1848 gedung ini dengan resmi dipakai oleh Departemen justitie, dan kemudian oleh Departemen Keuangan hingga sekarang. Dari gedung inlah sekarang masalah-masalah keuangan Negara dioleh dan digarap. Gedung ini sekarang masih tetap megah dan akan terus melanjutkan kisah sejarahnya pada masa-masa mendatang.
6. Gedung Departemen Luar Negeri
Dahulu di kompleks Gedung Departemen Luar Negeri yang terletak di Pejambon sekarang, kita hanya akn menjumpai sebuah hutan belukar yang penuh dengan rawa-rawa belaka. Keadaan ini baru agak berubah pada tahun 1648 setelah daerah ini dimulai didiami oleh penduduk.
Pada tahun ini keluarga Anthony Chastelyn telah mendapatkan tanah yang kemudian menjadi weltevreden ini. Agak lama juga keluarga Chastelyn menguasai kompleks hutan belukar serta rwa-rawa ini. Lalu untuk keperluan-keperluan pertanian, separuh dari tanah ini kemudian dibukanya bagi penanaman gula tebu, padi untuk keperluan VOC. Penggilingan tebu didirikannya agak ke pinggir kali, dan pada tahun 1689 beberapa bagian dari tempat ini disewakan kepada orang-orang China. Sampai pada tahun 1697 di tempat ini terdapat dua buah temat penggilingan tebu milik keluarga Chastelyn.
Setelah Anthony Chastelyn meninggal dunia dalam tahun 1714, maka tanah-tanah ini kemudian jatuh kepada putrannya yang pertama yang juga bernama Anthony. Beberapa tahun kemudian setelah Anthony muda ini meninggal dunia, maka oleh familinya tanah-tanah ini kemuidan jatuh kepada Justinus Vink yaitu dalam tahun 1733. Setelah justinus Vink, tidak diketahui lagi siapa pemiiknya, hanya diketahui setelah sekonyong-konyong tanah ini dikenal dan menjadi Hertog Park sepi.
Tentang gedung yang berdiri di kompleks ini yaitu Gedung Deparlu sekarang, tahun pendiriannya yang pasti dalam penelitian lebih lanjut serta belum dapat dipastikan secara tepat. Diperkirakan terjadi sejak tahun 1890 – 1950 atau pada pertengahan abad ke – 19
Tempat ini dahulunya pernah dipakai oleh Raad van Indie untuk tempat mengadakan pertemuan atau rapat-rapat. Hal ini disebabkan karena dianggap sangat sesuai dengan keadaan hawanya yang cukup nyaman bila dibandingkan dengan keadaan di bagian lain kota Batavia.
Ruang belakang dari gedung ini pernah pula dipergunakan oleh Volksraad sebagai kantornya dan dalam tahun 1926 dibangun lagi sebuah bangunan yang dipakai oleh Departemen Kehakiman. Pada tahun 1917 lalu diisi pula oleh Raad van Indie.
Ketika zaman revolusi 1945-1950 gedung ini senantiasa berpindah pindah penghun, antara lain dipakai untuk keperluan bersidang komite Indonesia Serikat dalam Zaman RIS serta keperluan keperluan lain. Lalu dalam tahun 1956 mulai dipergunakan oleh Departemen Luar Negeri hingga sekarang. Sedangkan gedung bekas Raad Van Indie dipakai Departemen Kehakiman. Tiang-tiangnya yang tinggi besar dan berbentuk “Dorisch” akan mengingatkan kita kepada bentuk Theater-theater kuno di Yunani. Dari teras depannya bentuk tiang-tiang ini kelihatan amat menarik sekali, demikian pula bentuk gedungnya yang indah sangat mengagumkan.
7. Gedung Groeneveld di Tanjung Timur
Gedung Groenevel di Tanjung Timur atau Gedung Landhuis Tanjung Oost adalah salah satu gedung tua yang indah terletak di sebuah daerah yang tenang dan tentram di jalan antara Jakarta dan Bogor pada kilometer Ke-15 atau 16 sebuah kelurahan Gediong, kecamatan Pasar Rebo, Jakarta Timur.
Landhuis Tanjung Oost dan daerah sekitarnya yang sudah berkali kali berganti pemilik sejak tahun 1962 mempunyai sejarah yang berbelit belit, pindah dari tangan yang satu ke tangan yang lain samapi sembilan kali. Secara singkat sejarah gedung tua ini sbb:
1) Bertepatan waktunya dengan pemberontakan Tionghoa pada tahun 1870 yang terjadi di Batavia, seorang anggota luar biasa dari dari Raad Van Indie yang bernama Pieter Van Develde berhasil menguasai tanah-tanah kepunyaan orang Cina yang bernama Ni Hoe Kong, seorang Kapten bangsa Cina dari Betawi waktu itu. Kemudian Van Develde memperoleh lagi tanah lain milik Adipati Wiratanu Datan. Dengan demikian tanah-tanah yang dimiliki oleh Pieter Van Develde sudah meliputi daerah-daerah bekas milik Ni Hoe Kong dan Adipati Cianjur, Wiranatanu Datan, yaitu daerah –daerah Tanjung, Cijantung, Cigongseng, (Tsi Gong Seng), Matijs Perigi dan Cicadas. Khusus daerah Tanjung adalah tanah yang dibei Van Develde pada tahun 1742. tanah ini terletak di tepi kali Ciliwung yang kemudian bertambah luas dengan pembelian-pembelian tanah yang lain.
2) Pembangunan Landhuis Tanjung Oost ini dimulai pada tahun 1760, atau tepatnya tanggal 23 April 1760. Van Develde meninggal pada tahun 1759, dengan demikian berpindahlah penguasaan atas Landhuis dan tanah-tanahnya kepada ke dua orang yang nama-namanya tersebut di dalam aktye penjualan/pembelian 23 April 1760, ialah Pieter Joan Bangemanan dan Andressan Jubbels yang tenyata tidak lama dapat menikmati ketentraman dalam gedung tersebut.
3) Pada tanggal 24 Mei 1762 Andrian Jubbels meninggal, dan sebelum itu dia talah menjual Gedung dan tanah-tanahnya kepada Jacobus Johannees Graan yang kemudian menyatukan tanah-tanah miliknya dan diberi nama “ Het Groeneveld” nama graan ini patut diingat, karena meskipun bukan dia yang membangun Landhuis tersebut, namun ia mempunyai andil yang lumayan banyaknya dalam memperindah gedung ini. Antara lain dia lah yang menghidangkan ukiran-ukiran yang indah dan menarik terpasang pada pinggiran-pinggiran panel pintu. Dia pula yang mula-mula mendatangkan batu-batuan dari Coromandel yang diberi tulisan “ Graan”
4) Setelah J.J. Graan meninggal pada tahun 1780, tak lama kemudian nyonya Graan meningal pula, maka gedung dan tanahnya jatuh ke tangan menantunya ialah Willem Vincent Van Riemsdijk. Dia meninggal pada tahun 1818 setelah mengalami pertikaian yang cukup lama dengan Ds. Johannes Hoyman, pemilik Landhuis Pondok Gede karena persoalan utang-piutang. Krisis ini mengakibatkan kematian Ds. Johannes Hooyman di rumahnya sendiri di Pondok Gede karena sebuah tembakan dari seorang yang berhasil dihasut oleh W.V.H. Riemsdijk.
5) Setelah dia meninggal dunia , yang meneruskan memegang kuasa atas gedung dan tanah-tanahnya serta seluruh kekayaannya jatuh ke tangan ke dua orang anaknya yang bernama Daniel Cornelis Helvatius van Riemsdijk dan Petrus Halvatius van Riemsdijk. Dengan sendirinya kekayaan tersebut terbagi dua. Namun kenyataan kehidupan Daniel lebih beruntung dari Petrus.
6) Daniel kemudian berhasil membeli seluruh kekayaan ayahnya yang jatuh ke tangan saudaranya. Maka jadi lah Daniel tuan tanah Tanjung Oost selama 40 tahun. Pada tahun 1860 setelah Daniel meninggal dunia, yang meneruskan memegang kuasa atas gedung dan tanah-tanah Tanjung Oost ialah Tjaling Ament pernah menjabat Residen Cirebon dari tahun 1834-1850. Tjaling Ament inilah yang talah berusaha susah payah mengolah tanah Tanjung Oost menjadi sebuah tanah yang serba guna, hingga dapat dinikmati benar-benar oleh anak cucunya hingga kurang lebih tahun 1931.
7) Orang terakhir dari keturunan Ament yang menguaai Gedung dan Tanah Tanjung Oost ialah Eduard Corneilla Ament yang pernah belajar di sekolah tinggi erdagangan di Antwerpen (Belgia). Orang inilah yang sebenar-benarnya memunyai andil paling banyak dalam memperbaiki dan memperindah Landhuis Tanjung Oost. Berkat pekerjaannya itulah gedung ini merupakan sebuah bangunan yang tetap dapat dikagumi bahkan untuk waktu-waktu mendatang. Bangunan ini bagaikan seekor burung raksasa. Bangunan induknya yang bertingkat, dan merupakan tubuhnya. Sedangkan bangunan di samping kiri dan kanan sayapnya yang dihubungkan dengan bangunan pada bagian atapnya saja. Mungkin pada mulanya bangunan yang merupakan sayap itu dibagian bawahnya dipergunakan sebagai garasi. Saying sekali akibat meletusnya Gunung Krakatau pada tahun 1883 atap gedung ini terpaksa diperpendek satu meter untuk menjaga agar jangan sampai mengalami kehancuran untuk kedua kalinya. Perubahan untuk tahun-tahun berikutnya ternyata merembet pula ke bagian-bagian lainnya. Salah satu dari perubahan yang sangat menyolok ialah berubahnya beranda depan depan yang sekarang. Jadi ruangan depan yang sekarang, dulunya ialah ruangan belakang
8) Meskiun demikian, begitu kita memasuki beranda ini kita akan segera tertarik oleh dua buah pintu masuk yang berukuran besar dengan ukiran-ukiran di sekelilingnya. Ukiran yang indah ini pada masa dahulu lebih diperindah lagi dengan pajangan (ilustrasi) mahkota para pangeran, dditambah lagi dengan tergantungnya beberapa buah perisai perak. Di uncaknya terukir seekor burung Graan yang terbuat dari kayu. Burung itu berdiri dengan satu kaki, yaitu kaki kanan, sedang kaki kirinya terangkat sambil mencengkram sebuah batu yang berwarna hijau. Kemungkinan besar burung Graan yang pernah menjadi pemilik dan penghuni dari gedung ini.
9) Menurut V.I Van de Wall , ukiran-ukiran kayu dalam gedung tersebut, mempunyai style seperti zaman Louis 16, kaca-kaca berwarna yang ada di atas diantara dua pilar de bagian deapan, besar kemungkinannya dipasang oleh penghuni yang erakhir. Lantinya yang sekarang yang belum pernah diganti masih khas ubin 18. keluarga terakhir Ament dikabarkan bunuh diri sebelum Jepang mendarat di Indonesia. Dalam tahun 1948 konsesi atas tanah dan gedung Tanjung Oost ini jatuh ke tangan Haji Sarmili dari Desa Pasar Rebo, yang dibeli dari seorang Belanda yang bernama Heydenan.
10) Pada tahun 1952, gedung tua ini ditempati oleh MOBRIG (mobil brigade polisi). Pada masa inilah sebuah lonceng besar sisa zaman kemegahan Landhuis ini telah dibawa mobrig yang menempatinya, dan entah dipindahkan kemana. Pada tahun 1960-1961 gedung tua ini dipergunakan untuk mengadakan up-grading bagi karyawan hotel Indonesia. Kemudian pada tahun 1962 Haji Sarmili menjualnya kepada MARBAK (Markas Besar Angkatan Kepolisisan)
11) Sekarang gedung tua yang mempunyai riwayat gemilang antara lain pernah dijadikan tempat pertemuan antara Geubernur Jenderal Mister GustaafWilliem Baron Van Imhoff dengan ratu Syarifah Fatimah dari Banten pada pertengahn abad ke 17. sebuah peninggalan sejarah Kota Batavia yang masih utuh di masa silam yang mencerminkan kehidupan mewah orang-orang Belanda sebagai tuan-tauan tanah memerah harta kekayaan Bumi Indonesia
8. Gedung Sumpah Pemuda
Bangunan yang bersejarah ini terletak di Jalan Keramat Raya 106 Jakarta. Peranannya kemudian amat menentukan dalam sejarah perjuangan Kebangkitan Nasional yaitu sebagai kegiatan pemuda seluruh Indonesia untuk membina persatuan menuju Indonesia Merdeka, dimana tanggal 28 Oktober 1928 di gedung bersejarah ini telah dikumandangkan sumpah emuda yang terkenal dengan sinya sebagai berikut:
a) Kami Putra dan Putri Indonesia mengaku bertumpah darah satu , Tanah Air Indonesia
b) Kami Putra dan Putri Indonesia mengaku berbangsa satu, Bangsa Indonesia
c) Kami Putra dan Putri Indonesia menjungjung bahasa persatuan, Bahasa Indonesia,.
Sumpah Pemuda itu merupakan suatu keputusan bersejarah yang diambil oleh Kongrees Pemuda-Pemuda dari seluruh daerah di Indonesia yang antara lain diwakili oleh: Jong Java, Jong Sumatra Bond, Pemuda Indonesia, Sekar Rukun, Jong Celebes, Pemuda Kaum Betawi, Perhimpunan Pelajar-pelajar Indonesia dan Jong Islamintan Bond. Keputusan kongres ii meruakan suatu tindakan pemuda-pemuda Indonesia dari angkatan 1928 yang heroic di mana rasa persatuan Indonesia yang dicakup dalam kesatuan kesatuan Tanah Air, Kesatuan Bangsa, Kesatuan Bahasa itu dilambangkan dengan:
a) Lambang warna dengan pengibaran bendera Merah Putih
b) Lambing suara dengan melagukan Lagu Indonesia Raya ciptaan pujangga muda W.R. Supratman.
c) Lambing lukisan berupa lencana Garuda Terbang.
8.1 Peranan Gedung Sumpah Pemuda
Sebelum tahun 1928 gedung ini merupakan suatu asrama mahasiswa dari daerah-daerah di luar Jakarta yang melanjutkan strudinya pada sekolah-sekolah tinggi di Jakarta. Selain sebagai suatu asrama tempat tinggal, mahasiswa-mahasiswa ini juga menggunakan tempat ini sebgai tempat mereka berdiskusi dalam soal-soal politik, serta tempat mengadakan latihan-latihan kesenian.
Pada tahun 1928 gedung ini kemudian merupakan suatu tempat pertemuan pemuda Nasional yang terdiri dari bermacam-macam perguruan tinggi di Jakarta. Mahasiswa-mahasiswa ini memberikan nama pada gedung ini dengan nama”Indonesia Clubgebouw” yang terkenal dengan singkatan IC. Papan nama IC ini mereka pancangkan di gedung Kramat Raya 106. tindakan ini merupakan peristiwa bersejarah yang heroic, karena pada waktu itu pemerintah Belanda telah melarang penonjolan-penonjolan nama Indonesia. Namun para pemuda kita tidak merasa gentar dan tetap memancangkan nama perkumpulan mereka pada gedung tersebut.
Gedung ini selain tempat perdebatan politik, merupakan pula ruang yang berisi Koran-koran, buku-buku dan meja-meja bilyard. Di samping Indoneische Clubhuis. Di bagian belakang gedung ini terdapat beberapa kamar berukuran keci yang dipakai oleh beberapa mahasiswa yang berstudi sebagai tempat tinggal. Beberapa pemuda tersebut adalah: Moh Yamin, Amir Syarifudin, suryadi, (Surabaya), Suryadi (Jakarta), Asa,at , Abu Hanifah, A.K. Gani, Abas, Hidayat, F. Lumban Tobing, Sunarko, Kuncoro, Amir, Rusmali, Tamzil, Samanangsanbujo Urip, Mokoginta dan Hasan.
Para pemuda yang tinggal di gedung ini pada umumnya membayar makan
(In dekos) sekitar F. 7,50 sebulan dan kebayakan dari mereka berasal dari keluarga yang kekuatan ekonominya biasa saja, tetapi rata-rata mereka mempunyai kemauan yang besar untuk belajar dan berjuang demi kepetingan nasional.
Sejarah kemudian mencatat, bahwa hampir semuanya dari mereka ini akhirnya menjadi pimpinan bangsa Indonesia di berbagai bidang. Beberapa tahun kemudian mereka, karena suatu persoalan dengan pemilik gedung, maka pada tahun 1934 IC yang berada di keramat Raya 106 itu membubarkan diri serta mengalihkan kegiatannya di tempat yang baru, yaitu di kramat Raya 156 dan memilih pengurus baru dan ketuanya Dr. A.K. Gani yang sebelumnya jabatan ini dipegang oleh Dr. Rusmali sebagai ketua IC yang lama. Di bawah pimpinan A.K. Gani perjuangannya berlangsung hingga masa kemerdekaan.
Setelah para pemuda meninggalkan gedung ini, maka pemilik Sie kong Liang menyewakan gedung ini selanjutnya kepada orang Cina Pang Tjeng Yam dari tahun 1934 sampai 1937. Tahun 1937 gedung ini disewa juga oleh orang Cina Loh Ying Tjoe dari pemiliknya dari tahun 1939 sampai 1948. Setelah Refolusi Phisik gedung ini kemudian dijadikan Hotel oleh Loe Ying Tjoe dengan nama “Hotel Hersia”. Hotel ini berjalan sebagai hotel umum sampai tahun 1951 dan semenjak itu disewa oleh kantor Inspeksi Bea Cukai.
Gubernur KDKI Jakarta Ali Sadikin atas nama Pemerintah DKI Jakarta pada tahun 1973 telah menyelesaikan persoalan gedung ini dengan mengambil alih gedung tersebut dengan membelinya dari pemilik terakhir, yang sekarang dapat kita nikmati. Kemudian gedung ini resmi sebagai satu bangunan bersejarah di Ibukota yang hak hidupnya dijamin serta dilindungi oleh Undang-undang Monumen Sbtl 138-1931 berdasarkan Surat Keputusan Gubernur tanggal 10 Januari 1972, No Cb.11/1/12/1972.
9. Kantor Berita Nasional Antara.
Dalam suratnya pada tanggal 11 Oktober 1958 Adam Malik pernah menulis surat kepada Sudiro Ex- kepala Daerah Swantantra I Daerah Kota Praja Jakarta Raya tentang permintaanya untuk segera mengakui secara resmi gedung bersejarah.
Ditujukan kepada Soediro itu intinya agar Gedung Antara mendapat pengakuan Resmi sebagai bangunan bersejarah yang dibeli dari pemiliknya dengan harta pantas menurut keputusan Instansi Pemerintah yang berwenang.
Pada tanggal 17 Agustus 1945 gedung jalan Pos Utara no. 57, 59 dan 61 yang tadinya ditempati oleh domei Indonesia, diteruskan pemakaiannya oleh kantor berita Antara. Dari ruangan-ruangan inilah antara pada tanggal 17 Agustus 1945 itu dan seterusnya menyiarkan teks proklamasi dan perjuangan kemerdekaan ke Luar Negeri dan kepala cabang-cabangnya di Indonesia.
Dalam bulan Desember 1945 dengan kepindahan Pemerintah Pusat ke Yogyakarta “ Antara Pusat” juga ikut pintah, dan pemakaian ruangan-ruangan tersebut dilanjutkan oelh antara Jakarta sebagai cabang istimewa. Pada waktu serangan-serangan Belanda pertama bulan Juli 1947 ruangan-ruangan gedung ini oleh Belanda dibagibagikan kepada: Apotheeek van Gorkon yaitu ruangan no.57, fa Li Liong ruangan no. 59 dan kepada took meubel rotan Thung Sheng diberikan no.61.
Pada bulan November 1949 ruangan no.57 dikembalikan kepada Antara disertai janji bahwa ruangan-ruangan lainnya akan diusahakan lebih lanjut. Tetapi janji itu ternyata tidk terlaksana karena perubahan-perubahan bertepatan dengan pengoperan kekuasaan dari pemerintah Federal kepada Pemerintah RIS pada bulan Desember 1949.
Dari tahun 1952 – 1953 status gedung ini masih tetap dalam perjuangan. Pada tanggal 29 Setenmber 1954 Rapat Badan Pekerja dengan direksi memutuskan antara lain untuk meminta kepada pemerintah, Walikota, supaya gedung bersejarah ini dan pemakainya serta pemeliharanya diserahkan kepada Kantor Berita Antara. Hal ini mengingat peranannya yang amat besar dalam sejarah Kemerdekaan Republik Indonesia.
Atas dasar ini lah Adam Malik atas nama Kantor Berita Antara pada tanggal 11 Oktober 1958 dengan suratnya no.511/X/Dir/59 telah menulis surat kepada Soediro agar gedung ini dapat pengakuan resmi sebagai Gedung bersejarah.
Akhirnya ada tanggal 4 April 1959 Menteri Pendidikan dan Kebudayaab riyono dalam surat keputusannya no.35567/S/….telah menyatakan bahwa gedung-gedung di Jalam Pos utara No. 57,59,61 sebagai suatu gedung bersejarah. Dan pada tanggal 16 agustus 1961 Gubernur Kepala Daerah Jakarta Raya Dr. Soemarno Sastroatmodjo dalam surat keputusannya no.14647/PH telah memutuskan bahwa gedung ini di jalan Pos Utara no.57,59,61 (KANTOR BERITA ANTARA) sebagai gedung bersejarah yang harus dikuasai dengan seketika yang terletak dalam wilayah Kotapraja Jakarta Raya.
10. Museum Sejarah Jakarta
Berhadapan dengan Kantor Pos Jakarta Kota akan kita lihat suatu gedung tua, agak angker kelihatannya. Gedung ini pada masa penjajahan dahulu adalah Stadhuis (Balai Kota), kemudian digunakan sebagai gedung KODIM 0503 Jakarta Barat setelah masa kemerdekaan.
Berhubung gedung itu sangat baik arsitekturnya mendapat erhatian dari Pemerintah DKI, akhirnya dipugar, dan pada tanggal 30 Maret 1974 diresmikan pemakaiannya sebagai gedung Museum Sejarah Jakarta. Mengenai sejarah gedung ini dimulai zaman Batavia Lama.
Batavia Lama sebenarnya mempunyai beberapa buah Stadhuis . bekas gedung kodim 0503 ini adalah sebuah Stadhuis. Pada tahun 1627 gedung ini mulai selesai dibangun oleh pemerintah Belanda. Pada tahun 1649 pekerjaan ini dilanjutkan kembali. Kemudian dalam tahun 1707 diadakan perombakan di sana-sini dan beberapa tambahan mengenai betimeringnya (kayu-kayuan)
Pintu gerbang dan batu alam yang berukir dan di atasnya terdapat huruf-huruf, kemungkinan besar baru ditematkan pada tahun 1707. pada tahun 1710 oleh ihak uyang berwenang diadakan siding-sidang dan kegiatan-kegiatan lainnya. Selanjutnya dalam tahun 1912 kamar-kamar untuk para tahanan dan rumah-rumah sipil mulai selesai dibangun di tempat ini.
Dahulu dalam Stadhuis ini berkumpul seluruh aparat Pemerintah Voc , yaitu mulai Raas van justitie, College Van Huwelijk Zaken, dan para pendidik agama Kristen. Semuanya berkumpul di dalam gedug bicara ini. Kalder yang bertirai besi yang kuat adalah merupakan suatu saksi mati bahwa hukuman-hukuman di zaman VOC pernah dilaksanakan di gedung ini. Juga tahun 1740 ketika orang-orang Cina mengadakan pemberontakan di Batavia maka banyak sekali bangsa ini yang dihukum pancung di dalam Stadhuis ini.
Pada tahun 1830 Pangeran Dipenegoro seorang tokoh pejuang bangsa Indonesia yang terkenal dengan perlawanannya menentang penjajah Belanda pernah pula ditahan dalam tingkat ke II dari gedung ini. Kemudian beliau diberangkatkan ke tempat pengasingannya di Menado. Anehnya surat-surat kabar Belanda pada tahun itu yang mengenai ersoalan ini hanya bungkan saja.
Di dalam ruangan ini terdapat sebuah gambar pigura yang menutup setengah dari dinding atas pintu masuk. Gambar ini konon melukiskan keadaaan peradilan di zaman Sulaiman. Beberapa nilai dari gambar ini belum dapat kita ketahui.
Sekarang bekas gedung kodim 0503 itu dipergunakan oleh Pemerintah DKI sebagai Gedung Museum Sejarah Jakarta. Di mana di dalamnya kita bisa melihat sejarh Jakarta dari masa ke masa. Tepat di depan Gedung Museum Sejarah Jakarta terdapat suatu taman dengan air mancurnya yang mengingatkan kita kepada seorang pahlawan yang mempertahankan tanah Jakarta dari penjajahan yaitu Fatahilah/Faletehan. Taman ini dikenal dengan sebutan Taman Fatahilah.
11. Museum Wayang.
Di atas salah satu tempat bekas rawa-rawa yang dikeringkan pada tahun 1640 Belanda mendirikan sebuah Gereja. Tujuan pendirian gereja ini adalah untuk melayani kepentingan tentara-tentara Belanda dan penduduk sipil bangsa Eropa lainnya yang tinggal di Jakarta. Gereja ini diberi nama Oude Hilansche Kerk sampai taun 1732.
Dalam tahun 1733 gereja ini mengalami perbaikan-perbaikan yang disebabkan erosi dan ada waktu itu pula diadakan perbaikan bentuk serta perubahan di sana sini. Nama gerja itupun dirubah lagi menjadi Nieuw Holansche Kerk dan gereja ini terus berdiri sampai tahun 1848. oleh pemerintah Belanda Halaman gereja ini dipergunakan sebagai kuburan khusus bagi para pembesar Belanda maupun para tokoh Belanda lainnya yang meninggal di Jakarta. Prof. Dr.mijrs dalam bukunya berjudul De Graf kuburan Jan Pieter Zoon Coen terdapat ditengah-tengah halaman pekarangan gereja ini. Prof. Dr. Mijrs adalah seorang sarjana dalam bidang anatomi yang aktif bergerak dalam “Coen Commisie” yaitu suatu badan yang dibentuk oleh Pemerintah Belanda dalam tahun 1934 yang bertugas untuk meneliti secara alamiah tengtang tempat makam dari Gubernur Jenderal J.P Coen.
J.P. Coen menjadi Gubernur Jenderal Belanda dan amat terkenal di Indonesia yang memerintah dari tahun 1618 sampai 1622 dan dari tahun 1627 samapai 1629. sekarang diperkirakan bekas kuburannya itu terletak di sekitar Taman Museum Jakarta yaitu di suatu ruangan terbuka dalam gedung Ex Museum.
Di taman museum Jakarta ini sekarang kita jumpai tulisan dalam Bahasa Belanda sebagai berikut:
“OF DEZWPLEAT STOND VAN 160 TOT1732 DE OUDE HOLANDS CHE KERK OF KRUISKERK EN VAN 1736 TOT 1808 DE NIEUWE HOLANSCHE KERK OF VONDER HUT LAATSTE RUPPLAATS DE STICOVER VAN BATAVIA JAN PIETER ZOON COEN IN 1634”.
Dalam proses selanjutnya gedung ini mengalami perombakan total karena pada tahun 1808 gedung ini besert tanahnya dijual oleh Pemerintah Belanda dan dibeli oleh Perusahaan Geo Wehrydan Co, dan selanjutnya dijadikan gudang perusahaan sampai tahun 1934. Atas dasar hasil dari penelitian Coen Commisie maka pemerintah Belanda menetapkan gedung dan tanah pekarangannya sebagai sebuah monument berdasarkan keputusan pemerintah dengan besluit tanggal 14 Agustus 1936.
Setelah gedung dan tanah ini menjadi monument lalu dibeli oleh Bataviasche Genootshaap van Kunsten en Wetenschaappen yaitu sebuah Lembaga yang bergerak dalam bidang ilmu pengetahuan dan kebudayaan di Indonesia pada waktu itu.
Dalam tahun 1937 oleh lembaga ini diserahkan kepada Stichting oud Batavia dan barulah selanjutnya gedung bekas gereja dan gudang ini betul-betuk dijadikan sebuah museum dengan nama Museum Oud Batavia. Pada tahun 1957 museum ini diserahkan keada LKI (Lembaga Kebudayaan Indonesia) dan semenjak itu namanya diganti menjadi Museum Jakarta Lama. Kemudian pada tanggal 17 September 1962 oleh LKI gedung ini diserahkan kepada pemerintah cq Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (P&K). akhirnya pada tanggal 23 Juni 1968 oleh Direktorat Jenderal Kebudayaan Dep. P&K Museum ini diserahkan kepada Pemerintah DKI Jakarta dimana ditempatkan pula kantor Dinas Museum Sejarah DKI melakukan kegiatan-kegiatan sejarah dan permuseuman di Ibukota. Selanjutnya gedung ini oelh Pemerintah DKI Jakarta dijadikan Museum Wayang dan Kantor Dinas Museum & Sejarah DKI menempati lantai 18 di Balai Kota JL. Merdeka Selatan 8-9.
12. Museum Nasional
Gedung yang sekarang dikenal dengan nama Gedung Museum Pusat dahulu terkenal dikalangan rakyat Jakarta dengan nama “ Gedung Gajah” yakni menurut arca gajah perunggu yang ada di depannya. Arca ini adalah anugerah dari Sri Baginda Chulalong Korn dari Siam kepada Kota Jakarta dalam tahun 1871, waktu Baginda datang berkunjung. Dalam perjalanannya itu dihadiahkannya arca gajah seperti itu juga kepada Kota Singapura dan sekarang terdapat di depan Museum Raffles.
Museum ini dilahirkan pada tanggal 24 April 1778 dengan pediriannya yaituseorang anggota Raad Van Indie yang bernama J.C.M. Rader Macher menyumbangkan pula kleksi-koleksi benda antiknya, sebanyak enam lemari penuh dengan buku-buku perpustakaan.
Dahulu museum ini sesungguhnya didirikan oleh sebuah perkumpulan swasta yang bernama Bataviasch Genootshap van Kunsten en Wetenschaappen yang kemudian dirubah namanya menjadi LKI (Lembaga Kebudayaan Indonesia).
Latar bekalang dari pendirian gedung ni sebenarnya ada sangkut pautnya dengan kegiatan-kegiatan dan pembaharuan dalam berbagai negeri didirikan perkumpulan-perkumpulan Ilmu Pengetahuan dan salah satu diantaranya adalah De Holandsche Maat Schoppijder Wetenschappen yang didirikan di KotaHarlen pada tahun 1752.
Mula- mula di Jakarta akan didirikan pula suatu cabang dari perkumpulan ini. Tetapi setelah dipikir-pikir oleh orang kita, lebih baik didirikan seuatu perkumpulan yang berdiri sendiri. Demikian lah dalam tahun 1778 di Jakarta didirikan Bataviasche Genootschap van Kunsten en Wetenschappen yang bersemboyan untuk kepentingan umum yang kemudian berubah namanya menjadi LKI pada tanggal 29 Februari 1950.
J.C.M. Rader Mancher sebagai salah seorang pendiri museum kiranya telah mendirikan dasar pertama dari arti gedung museum ini bagi ilmu pengetahuan. Selanjutnya Museum Pusat ini langsung di bawah pengawasan Departemen P&K cq Direktorat Museum hingga sekarang dan berfungsi sebagai Museum Nasional
SEJARAH MESJID MESJID DI JAKARTA
1. Mesjid Marunda
Marunda adalah salah satu daerah di wilayah Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara. Daerah ini sangat dekat dengan Cilincing DKI yaitu di wilayah Tanjung Priuk, Jakarta Utara. Di daerah ini lah terdapat Mesjid Marunda yang tua dan bersejarah.
Menurut cerita rakyat Mesjid Marunda dibangun untuk pertama kalinya oleh Faletehan pendiri kota Jakarta. Konon masjid ini dibangun dengan tenaga ghaibnya dan kesaktiannya yang hanya selesai satu malam. Karena hal itu seolah-olah telah menjadi legenda yang sangat dipercaya oleh masyarakat stetempat, maka mesjid ini selain tempat beribadah juga merupakan tempat keramat oleh sebahagian penduduk yang mempercayainya. Mesjid ini sering mendapat kunjungan dari orang luar daerah untuk melakukan niat atau nazarnya. Mereka datang dari daerah-daerah cukup jauh seperti Madura, Cirebon dan juga daerah-daerah lainnya.
Dalam buku Priangan karangan Dr. F. de Haan, didterangkan bahwa daerah Marunda ini dalam abad ke-16 pernah menjadi pusat gerilyawan Islam dari Banten dan Jakarta. Dalam abad ke-17 ketika pasukan Mataram di bawah pimpinan Tumegung Bahurekso pada tahun 1628-1629 menyerang Benteng Batavia, maka mereka telah bersembunyi dan mengatur siasat dari Marunda ini. Dengan demikian Mesjid Marunda telah memainkan peranan pentingnya pula sebagai tempat penggemblengan mental para gerilyawan kita disamping dipakai sebagai tempat melakukan ibadah mereka.
Dalam tahun 1683-1689 pasukan Kapiten Tete Jonker yang beragama Islam pun telah menyusun siasat pertahnan dan pertempuran serta penyerangan terhadap musuh, mereka telah memakai masjid ini sebagai salah satu kegiatan mereka di samping tempat ibadah. Dari mesjid ini lah telah mendengung Jihad Fi Sabilillah perjuangan menentang penjajahan bangsa asing orang kulit putih yang ingin menancapkan kaki di bumi Indonesia yang kaya dan subur.
Mesjid ini terus memainkan peranannya sampai perang dunia II dan akhirnya pada awal revolusi fisik tahun 1945 daerah Marunda beserta mesjidnya ini tidak luput dari tugasnya yang abadi, dimana daerah Marunda telah mencatat suatu kenangan yang dapat dibanggakan dalam sejarah perjuangan bansa Indonesia. Marunda menjadi daerah ertempuran yang sengit antara pejuang kita melawan Belanda dan Jepang. Marunda akhirnya dibakar habis oleh Belanda sehingga banyak kerugian dan air mata berlinang yang dialami penduduk. Namun mesjid Marunda masih tetap menjalankan funsinya yang abadi sebagai rumah Allah dan sebagai tempat penggemblengan semangat para pemuda.
Di lihat dari segi arsitekturnya, maka Mesjid Marunda ini memiliki arsitektur dari abad ke 17 dan 18 di Indonesia. Bentok dari mesjid ini tidak banyak berbeda dengan Mesjid Angke yang terkenal itu dan terletak di daerah Angke. Mesjid ini juga mempunyai ubin tegelnya berwarna merah anggur berukuran 40×40 cm dan mempunyai tiang agungnya sebanyak 4 buah, dan atanya yang bersusun dua yang sampai saat ini tidak mengalami perubahan.
Dengan pemugaran yang dilakukan oleh pemerintah DKI Jakartacq Dinas Museum dan Sejarah DKI, maka kini Mesjid Marunda telah diselamatkan dari bahaya kehancuran yang disebabkan kurang terawat rapid dan usianya telah sangat tua.
2. Mesjid Kampung Bandan
Di Kampung Bandan Kelurahan Mangga Dua Utara, Kecamatan Penjaringan kita akan menjumpai sebuah mesjid tua. Mesjid ini didirikan pada tahun 1789 oleh Sayid Abdul Rachman bin Alwi Al Syadri yang meninggal tahun 1809 pada usia kurang lebih 70 tahun. Usaha pembangunan mesjid ini dilanjutkan oleh putranya Sayid Alwi bin Abdul Rachman Bin Alwi Al Syadri dalam tahin 193 dan selesai dalam tahun 1917.
Di dalam salah satu ruangan mesjid ini terdapat tiga buah makam, yaitu makam Sayid Muhammad bin Umar Al Kudsi yang meninggal pada tanggal 23 Muharam 1117 H atau tahun 1697 M. makam Sayid Ali Abdurachman bin Alwi yang meninggal pada tangal 25 Ramadhan 1112 H, atau 1602 M, yang ketiga makam Sayid Abdurachman bin Alwi Al Ayadri yang meninggal tanggal 18 Muharam 1326 H. ke tiga makam ini sering dikunjungi orang-orang berziarah dari daerah-daerah Klender, Bekasi dan Tempat-tempat lainnya, karena dua orang yang disebut pertama adalah dianggap para pejuang yang menyebarkan agama Islam di Kampung Bandan sedangkan makam yang ke tiga adalah makam dari pendiri mesjid tua itu.
Dalam tahun 1946 pada waktu pendudukan Sekutu pernah akan dibakar oleh tentara Inggris, karena dianggap sebgai markas pemuda pejuang. Di mesjid ini pada waktu itu banyak para jemaat yang tergabung dalam Laskar Lutung Kasarung yang berpusat di Klender, tetapi usaha tentara Inggrius ini dapat digagalkan.
Dalam tahun 1956 menurut keterangan dari salah seorang pengurus yaitu Sayid Zainal Abidin Alwi Asyadri di halaman belakang masjid ini pernah terjadi sesuatu keanehan. Ketika itu hari malam Jum’at dan terjadi hujan lebat yang disertai angina kencang. Sebuah pohon Malaka yang tumbuh dibelakang mesjid telah roboh dan keesokan harinya cabang-cabangnay dipotong oleh penduduk sedangkan batangnya yang besar telah roboh dan tergeletak di tanah. Pada hari berikutnya terjadi suatu peristiwa yang menakjubkan yaitu pohon yang rebah ini ternyata telah berdiri kembali seprti biasa. Seorang pun tidak dapat menerangkan kejadian ini. Sekarang apa penyebab pohon yang tumbang itu hidup kembali sedang cabang-cabangnya serta akarnya telah dicabut dan rusak.
Dalam tahun 1956 mesjid ini diperbesar dengan ruangan tambahan di belakang dan disamping. Menurut catatan pengurusnya maka luas kompleks mesjid ini seluruhnya 2700 m2, dimana pada bagian muka dari mesjid ini tersebar pula beberapa makam tua yang tidak dikenal.
Pada zaman Jepang Mesjid beserta makam-makam tua pernah disama ratakan dengan tanah alias dibumi hanguskan oleh Jepang, tetapi rencan inipun dapat digagalkan. Ada waktu peristiwa Gestapu/PKI oleh orang-orang komunis pernah direncanakan akan dipakai dan dijadikan dapur umum, namun Tuhan tetap menjaga keselamatan rumah suci ini hingga sekarang.
Mengingat nilai sejarah dari mesjid tua ini dimana telah pernah dipakai sebagai salah satu basis penggemblengan mental para pemuda pejuang di masa revolusi fisik, maka Pemerintah DKI Jakarta cq Dinas Museum & Sejarah telah memugar kembali bangunan mesjid kuno ini.
3. Mesjid Tambora
Dua abad yang silam di daerah yang sekarang dikenal dengan nama Jembatan Lima telah dating sekelomok orang Tambora, Sumbawa. Kedatangan mereka ke daerah ini ialah selaku orang-orang tahanan ( hukuman dengan cara dibuang oleh Pemerintah Penjajah Belanda sebagai akibat menentang kekuasaannya). Kepada mereka dikenakan hukuman Rodi atau kerja paksa.
Di daerah baru ini orang-orang Tambora tersebut melakukan berbagai pekerjaan, antara lain membuat saluran air, mengeruk sungai dan sebagainya. Cukup lama juga mereka mendiami daerah ini, yang sebenarnya masih sedikit asing bagi mereka. Keadaan ini berlangsung terus-menerus sampai suatu saat mereka telah selesai menjalani hukuman rodinya. Tetapi setelah hukuman selesai orang-orang ini tidak pulang ke asalnya, tetapi menetap dan tinggal untuk selanjutnya di daerah ini. Sebagai orang-orang yang beragama Islam yang berjiwa penuh dengan perjuangan, mereka ini tidak berpangku tangan begitu saja. Dalam tahun 1181 H (1762 M) mereka mendirikan sebuah mesjid. Tahun pendiriannya dengan jelas dapat kita lihat sekarang pada bagian atas mimbar dari mesjid ini.
Di halaman mesjid tua ini masih kita dapati dua buah makam. Konon makam yang terletakdi bagian utara adalah makam K. Hustajib. Pada makam-makam ini tercatat angka tahun 1247 H. Diduga orang yang dimakamkan di situ semasa hidupnya adalah pimpinan dari orang-orang yang mendirikan dan mengurus mesjid ini.
Kekunoan dari mesjid ini tidak dapat kita ragukan karena selain catatan angak tersebut di atas, juga bentuk dan gaya dari mesjid ini banyak mempunyai pengaruh dari kebudayaan Hindu. Bukti-bukti lain yang menyatakan usianya sudah cukup tua ialah pada cungkup mesjid tersebut, tertulis tulisan arabnya, tiang-tiangnya dan tegel-tegelnya yang terdiri dari porselin. Dikatakan bahwa salah satu dari tiang mesjid ini hngga sekarang tidak mempan dipaku dan tidak dapat dipisah-pisahkan.
Nama mesjid dan daerah ini dikenal dengan sebutan Mesjid Tambora, dan Gang Tambora. Dalam pemecahan wilayah Kecamatan Krukut dan Kelurahan Glodok, kama oleh Pemerintah DKI Jakarta/Walikota Jakarta Barat telah ditetapkan nama kecamatan Tambora hingga sekarang.
Sebelum tahun 1959 di sekitar mesjid ini dahulu banyak sekali beterbaran pekuburan lama. Tetapi saying sekali tahun 1950 kuburan-kuburan tua serta pohon-pohon yang meneduhinya rumah-rumah penduduk di atas tanah sekitar mesjid Tambora ini.
Sebelum tahun 1959 mesjid ini diurus oleh perorangan yang akirnya meningkat menjadi sebuah panitia yang berjalan silih berganti pengaruh. Untuk menstabilkan organisasi pengurus mesjid serta sebagai penghargaan terhadap amal sholeh serta jasa-jasanya dalam membangun mesjid ini meaka bentuk panitia ditingkatkan lagi menjadi bentuk Yayasan yang didirikan dengan Akte Notaris Prof. Mr. Rd. Soeja. No. 72 tanggal 12 Mei 1959. yayasan ini bernama YAYASAN MESJID DJAMI DAN PENDIDIKAN ISLAM TAMBORA.
Pada tanggal 1 Juni 1960 di halaman Mesjid ini di sebelah barat oleh Yayasan didirikan sebuah sekolah dasar bernama Sekolah Dasar Tambora yang telah diakui sederajat dengan SD Negeri oleh Pemerintah cq IPDA.
Peranan mesjid ini dalam masa revolusi kemerdekaan Indonesia sungguh tak dapat diabaikan begitu saja, karena mesjid Tambora ini telah dipakai serta diergunakan sebagai tempat pelindungan oleh pemuda-pemuda dalam melawan penjajahan Belanda. Tidak jauh dari mesjid ini terdapat sebuah tugu pahlawan untuk memperingati perjuangan para pemuda yang gugur ketika bertempur melawan Belanda dan sekutu-sekutnya.
4. Mesjid Djami Al Mansur
Pada waktu itu keadaan kota Jakarta sedang hangat-hangatnya. Di sekitar tahun 1947-1948 di mana serdadu NICA sedang banyak berkeliaraan. Di saat- saat demikianlah di menara mesjid Djami Al- Mansur berkibar-kibar dengan megahnya bendera Sang Saka Merah Putih.
Menurut penelitian yang diperoleh dan juga berdasarkan keterangan-keterangan dari Achmadi Muhammad salah seorang keturunan dari pendiri Mesjid Djami Al Mansur. Pada sekitar permulaan abad 18 telah dating ke Jakarta abdul Mihit yaitu putra dari pangeran Tjakrajaya sepupu dari Tumegung Mataram. Keberangkatannya dari Mataram ke Jakartadalam rangka membantu rakyat Jakarta untuk menentang penjajah Belanda. Karena usahanya secara fisik tidak berhasil maka Abdul Mihit berusaha melalui jalan lain untuk menentang penajahan. Caranya ialah dengan mendirikan mesjid di Kampung Sawah yaitu sekitar tahun 1717 M. kemudian di dalam mesjid ini diadakan ceramah mental agama rakyat Jakarta, dengan penekanan semangat menentang penjajah. Pekerjaan ini kemudian diteruskan oleh putranya yaitu Moch Habib dan seterusnya oleh keturunannya.
Karena letak arah kiblat dari mesjid ini tidak benar dibangun, maka oleh H. Imam Moh. Arsjad Banjarmasin(pengarang kitab yuang terkenal dengan nama Sabilal Muhtadin) dan dengan permufakatan bersama-sama ulama ketika itu, maka pada 2 rabiul akhir 1181 H atau 1 Agustus 1767 M, letak arah kiblat dari Mesjid Al Mansur ini dibetulkan. Kemudian di bawah pimpinan K.H. Moh. Mansur bin H. Imam Abdulhamid bin H. Imam Moh. Damiri bin Imam Moh Habib, pada tanggal 25 aya’ban 1356 H/1957 M, diadakan perluasan mesjid. Untuk menjaga agar tempat suci ini tetap terpelihara dengan baik dan agar makam-makam para ulama/aulia yang berada di tempat tersebut terpelihara, maka di sekeliling pekarangannya dipagar dengan tembok.
Dalam perjuangan menentang penjajah Belanda, mesjid ini ikut pula mengambil peranan yang amat penting dengan tokoh K.H Mansur yang menjadikan mesjid ini pusat latihan mental rakyat Jakarta. Di sinilah diadakan ceramah-ceramah pada para jemaah tentang cinta tanah air dan bagaimana pahitnya dijajah oleh Belanda.
Karena mesjid ini dipergunakan tempat penggemblengan mental para pejuang kita yang akan bertempur menentang penjajah Jepang danBelanda, maka tidak heran lahkita jika pada tahun 1947-1948 mesjid tersebut pernah ditembaki dan digrebek oleh serdadu NICA. Selain itu pula dengansangat beraninya K>H> Moh Mansur telah mengibarkan bendera Sang Saka Merah Putih di atas menara mesjid perjuangan ini. Karena tindakannya ini, maka beliau terpaksa digiring ke Hoof-Bereau untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya ini. Tetapi dengan tandas beliau menjawab, bahwa setiap bangsa mempunyai bendera sebagaimana bangsa Belanda sendiri.
Karena keaktifan beliau di dalam menentang penjajahan maka sebagai kenang-kenangan dan kehormatan beliau mesjid ini yang pernah dibina oleh K.H. Moh Mansur pada tanggal 1 Mei 1967, maka pengurusan mesjid ini yang mempunyai nilai sejarah dilanjutkan oleh satu Badan Panitia hingga dewasa ini.
5. Mesjid Kebon Jeruk
Terletak di Jalan Hayam Wuruk dekat jembatan penyebrangan Sawah Besar-Ketapang. Kubah asli mesjid ini memperlihatkan arsitektue gaya Cina, yakni bentuk-bentuk lekuk ke dalam yang lazimnya seperti kita jumpai pada atap-atap bangunan orang Cina. Mesjid ini pada sekitar tahun 1957 mengalami perbaikan yakni perombakan dan penambahan ruang sembahyang masih dapat kita saksikan bentuk asli mesjid ini walaupn sudah dilaksanakan perombakan atau pelebaran pada beberapa tempat.
Mesjid ini didirikan pada tahun 1786 merupakan mesjid pertama yang dibangun bagi peranakan di daerah Glodok. Di daerah Glodok pada waktu itu mereka (peranakan) tidak mempunyai tempat ibadah sendiri. Oleh karena itu dibangun mesjid ini di atas tanah seorang Kapten cina yang telah masuk agama Islam, terletak di bagian timur Molenvliet (jalan Gajah Mada)
Sedikit tentang pengertian sebutan peranakan yang diberikan kepada orang-orang Cina pada waktu itu. Di kalangan orang-orang yang telah menganut agama Islam. Dalam tahun berikutnya istilah peranakan ini dibeerikan pula kepada keturunan orang-orang Cina yang kawin dengan wanita-wanita pribumi. Pada umumnya mereka menikah dengan wanita-wanita asli Bali. Hal ini dikarenakan orang-orang Bali juga makan daging Babi yang ernyata merupkan kebiasaan orang-orang Cina.
Golongan peranakan iii pada umumnya tingak diantara orang-orang pribumi. Merka juga mempergunakan tempat-tempat ibadah (mesjid) yang dibangun oleh orang-orang pribumi. Keadaan semacam ini sering membnuat ejekan-ejekan terhadap peranakan dari orang-orang pribumi, karena mereka tidak mempunyai tempat ibadah sendiri. Untuk mengatasi ini maka pada tahun 1785 didirikan mesjid pertama sebagai tempat ibadah golongan peranakan. Mesjid ini sampai sekarang masih berdiri dan dikenal dengan nama mesjid Kebon Jeruk. Walaupun di sana sini ada tambahan tetapi bentik aslinya masih terlihat.
Di dalam mesjid tersebut ubin-ubin dengn gambar-gambar manusia dan hewan yang tentunya tidak diperbolehkan oleh agama Islam. Ssayang ubin-ubin tersbut sekarang sudah tidak ada lagi, telah dibongkar sewaktu mesjid ini dilakukan perombakan.
Pada bagian belakang Mesjid Kebon jeruk ini terdapat sebuah makam Islam. Pada batu nisan terdapat tulisan Cina yakni nama orang yang dikubur Fatimah Hwu. Terdapat angaka arab yang menyebutkan tahun 1792 (mungkin tahun meninggalnya), serta terdapat pula ornament-ornamrn seperti kepla naga. Menurut cerita yang diperoleh bahwa makam tersebut ialah makam istri Kapten Temiem Dosol seeng. Pada tahun 1827 meninggalnya Kapten peranakan terakhir bernama Mohammad Japar.
6. Mesjid DJami Pekojan
Sejarah singkat Mesjid Jami Pekojan ini, menurut keterangan yang dapat dikumpulkan dari kaum kerabat pengurus mesjid ini dapat dijelaskan sebagai berikut. Almarhun K.H. Abdul Mu’ti wafat pada tahun 1943 dan telah meninggalkan catatan-catatan lisan pada penerusnmya.
Menurut perhitungan beliau dari Surakarta ke Jakarta diperkirakan pada abad 18, ketika itu Mesjid Pekojan ini telah berdiri. Pendiri dari mesjid ini seorang ulama kenamaan yaitu Komandan Dahlan, yang makamnya terletak si sebelah utara mesjid yang dikelilingi oleh batu-batu besar pahatan abad 18.
Mesjid Jami Pekojan yang teletak di Kampung Pekojan wilayah Jakarta Barat ini sangat erat hubungannya dengan mesjid kuno di keratin Surakarta dan Banten ada masa-masa yang silam.
Hubunganay dengan Mesjid di Surakarta ialah, setiap adanya yang meninggal dunia dari keluarga Sultan di Solo atau para ulama di Solo , maka berita ini disampaikan pula ke Mesjid Jami Pakojan agar dilakukan sembahyang Gaib dan berdoa guna meminta restu pada Illahi bagi yang meninggal. Hal semacam ini juga dilakukan pada mesjid-mesjid lain yang terdapat di Jakarta, selain mesjid ini mempunyai hubgunan dengan mesjid di Surakarta mesjid ini mempunyai hunbungan dengan mesjid Maulana Hasanudin di Banten. Hal ini dimana selalu mendapat kunjungan dari para ulama Banten.
Di sekitar mesjid ini masih terdapat makam-makam tua yang diperkirakan makam-makam dari para ulama besar pada masanya dengan adanya makam-makam itu maka mesjid ini seringkali diziarahi oleh banyak orang pencintanya. Dilihat dari batu nisan sekitar mesjid ini jelas terlihat bahwa makam-makam itu adalah makam-makam dari para ulama yang berpengaruh pada masanya. Sangat disayangkan tanda-tanda tulisan dan ukiran-ukiran pada nisan itu sudah mulai licin sehingga tak terbaca lagi, hampi xr terhapus oleh erosi alamiah.
Mesjid Pekojan ini merupakan salah satu mesjid tua dan berperan di Jakarta, serta sanga besar pengaruhnya pada penyebaran Agama Islam pada abad yanh lampau. Mesjid jami Pekojan ini merupakan induk mesjid di sekitarnya. Sebagai salah satu contoh perlu diketahui, bahwa para jemaah jumatannya tidak kurang dari 2000 orang setiap jumatnya.
Kalau kita memasuki mesjid jami Pekojan, maka arah kiblatnya akan terlihat sebuah mimbar yang cukup antic. Mimbar ini adalah salah satu hadiah dari salah seoran Sultan Pontianak di Kalimantan Barat pada satu abad yang silam, bentuk seta ukurann dari mimbar menunjukkan ukiran yang bermotif abad ke-18 dan sampai sekarang masih tetap terpelihara. Pada akhir-akhir ii, mesjid ini telah banyak mengalami perubahan. Namun demikian tidak mengurangi arti kekunoannya baik dilihat dari segi arsitekrur maupun arti ilmu pengetahuannya.
Di sekitar Mesjid, pada baagian timur terdapat sebuah Sekolah Dasar Islam dari PGAP yang mana seluruhnya di atur oleh sebuah panitia Mesjid Pekojan yang selalu berganti-ganti, menurut saat pengangkatannya sebagi pengurus.
Mengingat sangat banyaknya jemaah Jumat yang sering tidak tertampung olrh mesjid ini, maka pengurusnya masih mengusahakan terus untuk menambah ruangan. Perbaikan dan pemeliharaan telah dilakukan pla oleh Pemerintah DKI Jakarta melalui Dinas Museum dan Sejarah DKI sehingga dalam pelita ke II tahun 1970-1971 telah dilakukan pemugarannya dan tampak lebih wajar dan menarik.
Hal ini dilakukan mengingat pentingnya penyelamatan gedung bersejarah itu yang mana telah termasuk salah satu monumn atau peninggalan sejarah yang sangat beguna bagi kepentingan ilmu pegetahuan pada masa sekarang dan mendatang. Dengan telah dipugarnya Mesjid Jami Pekojan atau nama lainnya Mesjid Jami Annwier itu , maka berarti pula telah menambah obyek wisata di Jakarta atau akarta Barat khususnya yang terkenal dengan sebahagian wilayah tertua dati kota Jakarta yang menuju metropolitan.
SEJARAH GEREJA GEREJA DI JAKARTA
1. 1. Gereja Tugu
Gereja ini dibangun atas usah seorang pendeta yang bernama Van der Tydt dalam tahun 1725. pada saat itu jemaahnya baru 134 orang yang dibawa oleh Domingus Pietersen. Pada mulanya daerah ini dihuni oleh sekelompk oranorang portugis yang ditempatkan oleh Pemerintah Belanda akibat kalahnya orang-orang ortugis tersebut dalam tahun 1661. orang-orang Portugis ini kebanyakan dari daerah Benggala di India atau dari pantai Coromandel
Ketika terjadinya pemberontakan bangsa Cina dalam tahun1740, para penduduk desa ini terpaksa meninggalkan desa ini yaitu demi menjaga keselamatan jiwa mereka. Ketika itu bangsa Cina lalu membakar bangunan gereja yang pertama dari Gereja Tugu ini, sehingga menjadi rusak dan hancur seluruhnya.
Atas bantuan seorang tuan tanah yang bernama Justinus Van der Vinde, yaitu seorang hartawan dan dermawan dengan bantuan Gubernur Jenderal Van Imhoff dalam tahun 1744 gereja yang baru dibangun kembali dan dermawan ini akhirnya telah menghadiahkan gedung gereja ini kepada penduduk. Bersama dengan gedung ini diberikan pula oleh Van der Vink tanah persawahan seluas 15 Ha dan uang 2000 ringgit yaitu mata uang pada waktu itu. Hasil bunga dari uang ini digunakan mereka untuk merawat gereja ini. Tapi sangat disayangkan uang itu telah hilang pada waktu zaman peralihan, mungkin sekali telah dilarikan oleh orang-orang Inggris. Sedangkan sawahsawahnya sejak Perang Dunia ke II hingga sekarang masih tetap dikuasai oleh rakyat setempat. Dalam tahun 1747 telah ditasbihkan oleh seorang pendeta yang tertmashur bernama Johann Mauridts Mohir.
Dengan demikian pada mulanya gereja ini adalah sebutan Gereja Katholik. Tetapi sebagai akibat perkembangan sejarah agama Kristen di Batavia, maka kemudian gereja dan penduduk disana banyak yang beragama Kristen Protestan hingga sekarang. Dilihat dari gayanya gereja ini, dpat terlihat bahwa bangunan itu betul-betul mempunyai corak lama dari abad ke-17 dan ke-18. hal ini dapat terlihat dari bentuk loncengnya yang terdapat di luar gedung sekarang yang masih ada.
Sedangkan bentuk bangunan Gereja Portugis Tugu ini tidak mempunyai menara seperti yang lazim kita lihat pada bentuk gereja-gereja yang ada sekarang, dan mempunyai atap yang tinggi sekitar 7 sampai 8 meter.
Sesuai denganperaturan yang tercakup dalam monumeten Ordonatie 1931 dan mengingat pentingnya hal ini dilakukan penyelamatan gedung-gedung kuno yang mengandung nilai-nilai histories dimana sangat penting artinya kelak bagi ilmu pengetahuan masyarakat dan generasi mendatang, pada elita DKI yang ke-1 1969/1970. gereja Portugis Tugu ini telah dipugar oleh Pemerintah DKI Jakarta.
Mengingat pula di daerah ini hingga sekarang masih terdapat orang-orang keturunan portugis yang mempunyai adapt dan tradisi tersndiri yang unik dan menarik seperti yang terkenal dengan Pesta Panen, Pesta Mandi dan Upacara menembaknya maka dengan demikian akan berarti pula menambah sebuah lagi obyek kepariwisataan di daerah Ibukota Jakarta, disamping m,engangkat kembali sejarah kebesaran kota Jakarta dari penginggalan-peninggalan kuno dan bersejarah.
2. Gereja Sion
Dahulu gereja tua yang sekarang masih dapat kita saksikan terletak di jalan Jakarta ini bernama “De Portugese Buiten Kerk”. Mulai dibuat pada tanggal 20 Pebruari 1693. jadi sekarang telah berusia 290 tahun, telah cukup tua, dan kalau sekarang kakek dari kaek kakek. Namun gereja ini sampai sekarang tetap awet muda sama seperti dahulu ketika masih remaja usianya.
Pada tanggal 23 Agustus 1695 oleh Ds. Theodorus Zos, dan telah disksikan oleh Gebernur Jenderal Van Outhoorn beserta istrinya. Ternyata gereja ii mendapat para pengunjung yang banyak setelah kotbah-kotbah ini dilakukan. Kelihatan perkembangan yang demikian Dewan Gereja mulai memikirkan suatu jalan untuk menyelesaikan masalah ruangan gereja yang terasa kurang luas.
Atas usul dari G.G Camphyus dalam tahun 1689 lalu dilakukan pembeian sebidang tanah dari Gerbradt Niehoit. Setelah itu menyusul dibeli pula sebuah pekarangan pekarangan sehingga direncanakan gereja yang beru diperluas dan dapat menmpung sekitar 500 jemaat.
Pada tangal 19 Oktober 1693 diletakkanlah batu pertama dari pembangunan gereja ini. Dalam hal ini pemerintah Belanda telah sejak lama menginginkan agar orang-orang Portugis di Batavia dapat membangun gerejanya sendiri. Bagi kelancaran pembangunan Gereja Portugis ii Pemerintah Belanda telah mengambil kebijaksanaan pada waktu itu, ialah dengan cara emberikan biaya dari hasil-hasil penjualan barang-barang selundupan yang dibeslag, sedangkan separuh dari uang ii disebrikan kepada kas Diaconie di Pulau Foemosa. Kerjasama antara masyarakat Portugis dengan Kompeni sebenarnya telah dimulai sejak beberapa lama yaitu sebelum benteng Zelandia diberikan kepada Coxinga.
Uang kas gereja di Formosa selalu dikirimkan ke Batravia, sebagian diberikan kepada para pengungsi orang Perancis di Semenanjung Harapan. Sisanya sebanyak 3000 ringgit lalu diberikan kepada Gereja Portugis ii untuk pembelian alat-alat bangunannya/dari kerjasama antara masyarakat Portugis ini dengan Kompeni telah memberikan suatu gedung Gereja yang indah seperti yang dapat kita skaikan sekarang,
Dalam tahun 1695 Ds. Theodorus Zos telah mendapat penghormatan untuk menyampaikan suatu pidato pembukaan dalam Bahasa Belanda. Semenjak itu aktivitas-aktivitas gereja ini kian dikeanal dalam masyarakat Kristen di Batavia.
Dalam ruangan Gereja ini kita dapati serambinya yang disanggah oleh dua buah pilar yang bulat dan indah bentuknya. Atap gereja ii disokong oleh enam buah tiang bulat yang besar dang megah. Pilar-pilar bata tersebut dibuat dalam tahun 1725. sebuah kursi kotbah Styl Barokke tela dibeli dalam tahun 1695 dengan harga 260 ringgit. Sebuah orgel yang didapat di dalam gereja ini adalah hadiah dari masyarakat Portugis yang kaya raya, kursi-kursi model kuno di dalam gereja ini adalah hadiah dari G.G. van der Parra.
Pada pelita ke II Pemerintah DKI maka gereja ini telah dipugar oleh Dinas Museum dan Sejarah DKI yaitu mengingat pentingnya fungsi gereja ini sebagai salah satu bangunan tua dan bersejarah di Ibukota. Inilah Gereja Sion yang sekarang tambah muda dan cantiksetelah dipugar kembali oleh pemerintah DKI Jakarta.
3. Gereja Katedral
Gedung gereja yang megah ini terletajdi Jalan Katedral no 7 dan bergelr Gereja Santa Perawan Maria Diangkat Ke Surga. Menurut catatan sejarah pada tanggal 15 Mei 1808 sebagian dari tangsi di Paradeplain yang sejak 1829 disebut Waterlooplein dan sekarang menjadi Lapangan Banteng disediakan untuk upacara-upacara agama Katholik/
Dalam tahun 1828 dengan keputusan gubernur Jenderal, trumah yang dulu didiami oleh Gubernur Jenderal dan yang kemudia dipakai untuk Lapangan Banteng diberikan kepada umat Katholik untuk dijadikan gereja.
Pada waktu keadaan gedung mulai mengalamu kerusakan dan kurang baik, dan menelan biaya, perbaikan-perbaikan atas gedung ini pun dimulai lah. Dalam tahun 1979 Menara Gereja ini dinyatakan dalam keadaan bahaya akan runtuh dan atap gereja ini dinyatakan dalam keadaan bahaya akan runtuh dan atap gereja ini sudah dapat diperbaiki lagi. Tetapi dengan sedapat-dapatnya diadakan juga perbaikan-perbaikan pada akir Mei 1880 mulai dapat dipakai lagi. Kemudian pada tanggal 9 April 1890 karena runtuhnya slah satu tiang maka gedung gereja ini menjadi ambruk.
Pada akhir 1891 mulai dibangun gedung gereja yang baru yakni Katedral yang ada sekarang ini, tetapi setelah pondamennya selesai karena kekurangan uang, maka pembangunannya dihentikan. Barulah pada bulan November 1898 pembangunan ini diteruskan lagi dengan upacara peletakkan bartu pertama dilangsungkan pada tanggal 16 Januari 1899 dan pada tanggal 21 April 1901 gereja ini dibuka dengan resmi dan diberkati oleh Uskup E.S. Luypen. Hingga sekarang dipakai leh umat Katholik untuk melakukan uapacara-upacara keagamaannya.
4. Gereja Immanuel
Di Batavia pada masa pemerintahan diambil oleh de Batafse Republik terdapat beberapa gedung gereja,l gereja-gereja itu antara lain adalah: Gereja Koepel yang lama (oude Kopelkerk), Portugese Buitenkerk atau gereja Sion sekarang, Lutherse Kerk dan Kapel Kerk Weltevreden yang sekarang menjadi Gereja Pnhiel.
Pada waktu itu di Batavia terdapat dua Jemaat Kristen Protestan yakni suatu jemaat dari Gereja Lutheren. Karena gedung-gedung gereja yang terletak dikota maupun di weltevreden dianggap tidak lagi memenuhi syarat-syarat berhubung perkembangan masyarakat dan kebudayaan, maka majelis Jemaat Hervend dan Lutheren memutuskan sebuah gedung Gereja yang besar dan modern, di daerab Weltevreden atau klemudian terkenal sebagai daerah Gambir sekarang.
Keputusan ini diambil pada tahun 1832. untuk ini dibentuklah sebuah panitia bagi melaksanakan keputusan tersebut. Sebelumnya teklah diminta beberapa advis dari Haagse Commisie, yaitu sebuah panitia di Nederland yang mengurus soal-soal putusan-putusan pendeta-pendeta ke Indonesia untuk bekerja di Indische Kerk. Advis yang diberikan menyebabkan mereka mendapat izin dari Guberur Jenderal untuk melaksanakan maksud tersebut. Semuanya ini telaj memakan tempo 1,5 tahun. Keputusan bersama antara dua majelis ini diambil pada tanggal 2 Desember 1832, dan pada tanggal 20 Desember 1832 panitia dibentuk. Panitia ini mulai bekerja mempersiapkan segala urusan-urusan bagi pembangunan gedung gereja ini yaitu sebagai sebuah monument dari maksud Raja Willem I, yang akan dididrikan di Indonesia.
Tanah lalu dibeli di daerah Pejambon karena mengingat banyak orang-orang yang sudah berpindah dari daerah kota ke daerah-daerah Pintu Besi, Nusantara, Tanah Abang, Gambir dan Kebon Sirih. Untuk anggaran belanja p[embangunan gedung ini ditaksir akan memakan biaya sekitar f.92.000. jemaat laindari pulau Jawa dan Sumatra telah membrikan sumbangan pula sebanyak f.20.000. dengan demikian gereja ini telah dibangun sebagai usaha dari semua ejmaat besar Indiche Kerk dahulu, dan tepat ada waktu perayaan hari lahir Willem I maka diresmikan pemakaiannya. Gereja ini kemudian ditasbihkan dengan nama kehormatan “Willem Kerk” yaitu pada tanggal 24 Agustus 1839.
Bentuk dari gereja ini mungkin adalah hasi; perencanaan seorang arsitektur yaitu Tuan Horn dan merupakan pengarush Laat Reinaisance Styl yang kembali kepada type dari kebudayaan Yunani sebelum abad ke-2 Masehi. Dalam tahun 1948 nama Willemskerk diganti menjadi Immanuel atau Gereja Immanuel yang mengandung maksud Allah bersama kita. Dan memang bila perasaan ini dicantumkan di hati maka perasaan kedamaian akan senantiasa menyertai kita. Itulah Gereja Immanuel yang telah berusi lebih dari satu seperempat abad dan masih utuh menentang masa.
SEJARAH SINGKAT PENDIRIAN PATUNG DAN MONUMEN DI JAKARTA
1. Monument Nasional
Monumen Nasional atau Tugu Nasional atau disebut juga Tugu Monas didirikan tepat di tengah-tengah Lapangan Monas (sebelumnya dikenal dengan nama Lapangan Merdeka) Jakarta. Maksud dan tujuan pendirian monument itu adalah untuk mencerminkan jiwa perjuangan, memelihara dan meneguhkan semangat patriotic serta mempertinggi kemegahan perjuangan kemerdekaan rakyat Indonesia.
Mengingat bahwa kota Jakarta adalah tidak saja sebagai Ibu Kota Negara Republik Indonesia, tetapi juga sebagai kota Proklamasi dimana diproklamasikan Kemerdekaan Bangsa Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, adalah menjadi alas an utama mengapa Tugu (monument) ini dibangun di Kota Jakarta.
Pekerjaan pembangunannya dimulai sejak tanggal 17 Agustus 1961 oleh panitia Monument Nasional. Tugu Nasional ini adalah bangunan arsitektur Indonesia yang monumental dan bersifat Nasional. Semua perencanaan dan pekerjaan konstruksi dilkukan oleh ahli-ahli dan kontraktor bangsa Indonesia. Beberapa alat, material dan tenaga-tenaga yang tidak cukup tersedia di dalam negeri, dipesan atau didatangkan dari luar negeri, yaitu antara lain:
a. Jepang : kerangka besi, lidah api, lift dan tangga darurat
b. Italia : semua bahan dan pekerjaan marmer, benda-benda
atribut Kemerdekaan, pagar pengaman di puncak
tugu, patung, Dipenegoro, domes’ dan kaca diorama.
c. Jerman Barat : semua instalasi listrik, sound system dan interior
d. Amerika Serikat : Instalasi Air Conditioning dan Plumbing
e. Perancis : Material konstruksi beton pratekan.
Sebagai pusat dan iwa dari Museum Nasional, maka Tugu Nasional menyiarkan daya pengaruh dan daya penariknya baik siang maupun malam hari, bagi segala yang ada atau yang akan ada di sekitarnya. Dan dia akan menyambut “Selamat Datang” kepada setiap orang yang memasuki Ibu Kota Negara Republik Indonesia ini.
Tugu Nasional beserta Museum Sejarahnya, mengilhami perjuangan bangsa Indonesia pada masa sekarang dan masa-masa yang akan dating untuk mencapai tujuan nasional sebagai mana dimaksud ddalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, memperkuat kesadaran ber-Pancasila serta merupakan tonggak sejarah bagi pembinaan Orde Baru Pembangunan.
Bagian-bagian utama di lingkungan Monumen Nasional ini ialah meliputi:
Pintu Gerbang Utama
Untuk mencapai bagian ini harus dengan berjalan di atas plaza di sebelah utara, dimana para pengunjung akan dapat menikmati air mancur dan Patung Pangeran Dipenegoro, kemudian turun, masuk ke dalam terowongan di bawah jalan Ailang, naik/keluar tepat di halaman Tugu Nasional, yang sekelilingnya berpagar bamboo runcing.
Ruang Museum Sejarah
Ruangan ini terletak 3 meter di bawah tanah dalam bagian landasan tugu. Luas ruangan ini adalah 80 x 80 meter.. dan tingginya 8 meter. Seluruh dinding dan latai berlapis marmer. Pada keempat sisi masing-masing terdapat 12 jendela kaca, dimana pertunjukan peristiwa-peristiwa sejarah bangsa Indonesia. Adegan-adegan sejarah ini berbentuk diorama, yaitu:
a. Sebelah Timur : mulai dengan adegan manusia purba Bangsa Indonesia sampai dengan adegan perang Makasar.
b. Sebelah Selatan :mulai dengan adegan Perang Patimura sampai dengan adeganPerjuangan Taman Siswa dalam bidang Pendidikan
c. Sebelah Barat :mulai dengan adegan perjuangan Muhammadiyah dalam bidang pendidikan sampai dengan Katholik Roma sebagai factor pemersatu bangsa
d. Sebelah Utara :mulai dengan adegan gerilya dalam perang Kemerdekaan sampai dengan adegan penentuan pendapat rakyat Irian Barat
Ruang Kemerdekaan
Ruang yang berada dalam Cawan Tugu ini berbentuk amphitheater tertutup, dimana setiap pengunjung sambil duduk dengan tenang dan khidmat dapat merenungkan dan meresapkan hikmah Kemerdekaan Bangsa Indonesia.
Di tengah-tengah keempat sisi badan Tugu di ruangan ini terpasang atribut-atribut kemerdekaan yaitu:
a. Sebelah Timur : Sangsaka Merah Putih
b. Sebelah Selatan : Peta Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dilapis emas
c. Sebelah Barat :Almari berukir, dengan didalamnya peti kaca tempat menyimpan Naskah Proklamasi
d. Sebelah Utara : Lamabang Negara Republik Indonesia “ Bhineka Tunggal Ika” yang mengandung Ideologi Negara yaitu Pancasila
Pelataran Cawan
Berada pada ketinggian 17 meter dengan ukiran luas 45×45 meter, melingkar badan Tugu. Pelataran Cawan yang seluruhnya dilapis marmer ini seakan akan baergantung tanpa tiang penyangga, dibuat dengan kkonstruksi pratekan. Dari sini dapat dilihat arena lapangan monas seluruhnya.
Puncak Tugu
Pelataran puncak Tugu berada pada ketinggian 115 meter. Dari tempat ini dapat dinikmati pemandangan di atas Ibu Kta Jakarta ke Segenap penjuru. Puncak Tugu ini dapat dicapai dengan sebuah elevator tunggal, yang mampu memuat 7 arang pengunjung dan dalam keadaan darurat dapat menggunakan tangga besi yang melingkari cerobong lift.
Api kemerdekaan
Sebuah lidah api berbentuk kerucut dengan ukuran tinggi 14 meter, garis tengah 6 meter, terbuat dari logam perunggu dengan berat kurang lebih 14,5 ton. Seluruh bagian permukaan luar dari pafda lidah api dini dilapisidengan emas murni sebanyak 32 kg.
Api kemerdekaan melambangkan semangat Kemerdekaan. Di dalam rongga lidah api inilah ditempatkan mesin lift.
Badan Tugu
Luas badan tugu bagian bawah : 8×8 meter, bagian atas 5×5 meter. Tinggi badan tugu ini 115 meter. Perlu dicatat, bahwa ukuran-ukuran konstruksi sedapat mungkin telah disesuaikan dengan angka-angka 17-8-45, yaitu angka-angka keramat Proklamsi Kemerdekaan Indonesia.
Pelaksanaan pembangunan melalui tahap tahap sebagai berikut:
a) Tahun 1958 samapai dengan 1959 Tugu Nasional dibangun olehPanitia Monumen Nasional/Komando Pelaksana Monumen nasional uang diketuai oleh Presiden RI. Pelaksanaan pembangunan dipimpin oleh Ketua Harian Jenderal TNI Umar Wirahadinata Kusuma; arsitek/Direksi Pelaksana yaitu Arsitek sudarsono, sedngkan bertindak sebagai penasehat konstruksi adalah Prof.Ir. R. Rooseno.
b) Mulai tahun 1969 sampai sekarang pembangunan Tugu (Monumen) Nasional diteruskan oleh Panitia Pembina Tugu Nasional (Kepres No.314 tahun 1968), yang diketuai oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI, wakil ketua Gubernur Kepala Daerah Kusus Ibu Kota Jakarta dan Sekretaris Direktur JenderalKebudayaan Departemen P&K RI. Untuk pelaksanaan ekerjaan teknis sehari-hari dibentuk Team Pelaksana Pembina Tugu Nasional yang diketuai oleh Wakil Gubernur Bidang III Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta merangkap Pimpinan Proyek.
Panitia Pembina Tugu Nasional bertugas menyelesaikan, memelihara dan membina Tugu Nasional dan memanfaatkannya bagi kepentingan umum.
Perlu dikemukakan di sini beberapa catatan sebagai berikut:
Tahun 1961-1968 semua pembiayaan proyek Monas dilaksanakan oleh Panitia Monumen Nasional yang berasal dari sumbangan masyarakat.
Tahun 1968-1969 mendapat bantuan dari Sekretariat Negara
Tahun 1969-1975 masa penyelesaian Pelaksanaan Pembangunan dan pembinaan oleh pPanitia Pembina Tugu Nasional
Proyek Monas simasukkan dalam anggaran Pelita sebagai program pengembangan Kebudayaan Nasional, dan berada di bawah lingkungan Sekretariat Negara RI
Tugu (monument) Nasional dimanfaatkan untuk pembinaan generasi muda dan pembangunan Kebudayaan Nasional, khususnya untuk memajukan kegiatan-kegiatan kepariwisataan serta rekreasi masyarakat, sejalan dengan usaha untuk menjadikan Kota Jakarta sebagai kota Metropolitan yang representative
Bersdasarkan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta No. D III-3923/d/6/75 tanggal 12 juli 1975, maka Tugu (monument) Nasional dinyatakan setiap hari dibuka utnuk masyarakat yang berhasrat berkunjung, baik berupa rombongan maupun perorangan.
Patung Pangeran Dipenegoro
Patung yang terletak di dalam Taman Monas ini dibuat oleh seorang pemahat kenamaan bangsa Italia yang bernama Covertaldo atas usaha bekas konsul general Honarair Indonesia, Dr. Mario Pitto (almarhum)
Dr. Mario Pitto adalah seorang usahawan terkemuka bangsa Italia dari keturunan keluarga yang berada. Beliau sangant mengagumi dan mencintai Indonesia.
Selama menjabat sebagai Konsul General Honorair di Indonesia, ia bercita-cita ingin menghadiahkan suatu kenang-kenangan kepada bangsa Indonesia untuk menyatakan rasa terima kasih dan hormatnya terhadap pemerintah Indonesia. Keinginan tersebut pada tahun 1963 dinyatakan kepada Dudta Besar Republik Indonesia di Italia yang [ada waktu itu dijabat oleh Teuku Muhammad Hadi Tayeb. Niat baik tersebut di tanggapi secara positif oleh Dubes Hadi Thayeb dan disarankan untuk membuat patung dari salah seorang pahlawan Indonesia. Diperlihatkan oleh Hadi Thayeb lukisan-lukisan para pahlawan Indonesia, maka Pangeran Dipenegorolah yang dipilih oleh Dr. Mario Pitto.
Untuk itulah maka penasihat Italia yang ditugaskan untuk membuat Patung Dipenegoro yaitu Cobertaldo dikirim ke Indonesia oleh Dr. Mario Pitto, guna mempelajari berbagai tipe orang Indonesia. Setelah berhari-hari mempelajari berbagai macam posisi kuda-kuda dan setelah meresapi lukisan Pangeran Dipenegoro dengan latar belakang sejarah perjuangannya, maka dibuatlah Patung Pangeran Dipenegoro.
Patung Pangeran Dipenegoro ini dibuat di Italia dalam waktu kkurang lebih satu tahun, selesai pada permulaan tahun 1965, lalu dikirim ke Indonesia yang diiringi sendiri oleh pematungnya. Pekerjaan pemasangan dan penempatannya di depan Monumen Nasional dikerjakan dan diawasi sendiri oleh Cobertaldo.
Patung Pangeran Dipenegoro terbuat daari brons, dan stellagennya atau dasarnya seharusnya akan dilapis dengan marmer Italia, akan tetapi hal yang terakhir ini tidak sempat dilaksanakan. Pemasangan patung selesai pada bulan Juli 1965 dan direncakan akan dapat diserahkan secara resmi kepada Presiden Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1965 oleh Dr. Mario Pitto dengan pemasangan plakat pada patung tersebut. Namun rencana Dr. Mario Pitto ini pun tidak dapat terkabul, berhubung keadaan Jakarta pada waktu itu tidak memungkinkan untuk diadakan sekedar upacara penyerahan. Hingga Patung Pangeran Dipenegoro ini tidak pernah diresmikan.
Adapun alsan pemasanagan Patung Pangeran dipenegoro ini di dalam Taman Monas ialah bahwa selain lokasi terrsebut berada dalam suatu taman yang berfungsi sebagai tempat rekreasi, dari sini pulalah pintu gerbanga masuk monumen Nasional melalui terowongan. Lahi pula tempat ini sangat strategis letaknya dilintasan jalur jalan silangmonas sehingga kemungkinan lebih banyak pandangan mata tertuju padanya dan kemudian meresapi makna serta perjuangan Pahlawan Pangeran Dipenegoro.
Patung Selamat Datang.
Patung di depan Hotel Indonesia ini dibuat dalam rangka persiap[an penyelenggaraan Asean games ke 4 di Jakarta pada tahun 1962. maksud dan tujuannya ialah untuk menyambut tamu-tamu yang tiba di Jakarta dalam rangka pesta olah raga tersebut. Patung itu menggambarkan dua orang pemuda dan pemudi membawa bunga dimaksudkan sebagai penyambutan.
Alasan untuk memilih tempat p[atung ini di sini ialah berdasarkan pertimbangan bvahwa Hotel Indonesia pada waktu itu merupakan pintu gerbang masuk kota Jakarta, dan dalam rangkaiannya dengan pertandingan-ertandingan Asean Games di Senayan merupakan pintu gerbang merupakan pintu gerbang menuju ke gelanggan olahraga tersebut.
Semua tamu asing yang dating ke Jakarta dari lapangan terbang internasional Kemayoran waktu itu, langsung menuju Hotel Indonsesia yang oleh panitia penyelenggara dijadikan pudsat penginapan tamu-tamu asing. Dengan demikian sebelum mereka memasuki pintu gerbang Hotel Indonesia mereka mendapatkan patung Selamat Datang ini di depannya.
Adapun kenyataannya sekarang setela peristiwa Asean Games tersebut telah belasan tahun yang berlalu dn perkembangan pembangunan kota dimana banyak dipasang patung-patung di tempat lain, maka penempatan patung ini masih tetap tepat. Ia merupakan pelengkap dari patung-patung yang kemudian banyak terdapat di tempat-tempat lain dengan berbagai variasi latar belakang sejarahnya.
Suatu bukti bahwa disamping pembangunan-pembangunan fisik, pemerintah membangun pula monument-monumen dan patung-patung yang dapt dijadikan kebanggaan generasi yang akan dating.Secara singkat sejarah pendirian patung ini adalah sebagai berikut:
Pra disgn oleh Henk Ngatung Wakil Gubernur DKI Jakrta waktu itu.
Ide berasal dari Bung Karno , mantan Presiden RI pertama
Masalah filosofis yang ingin dicapai dengan pendirianpatung ini ialah keterbukaan bangsa Indonesia menyambut para olahragawan yang dating dari seluruh penjuru dunia.
Berat patung lebih dari 5,5 ton
Tinggi patung dari kepala sampai ke kai 5 meter, sedangkan tinggi seluruhnya sampai ujung tangan kurang lebih ada 7 meter.
Tinggi vootstuk(kaki patung)10 meter, dikerjakan oleh P>N Pembangun Perumahan.
Bahan pembuatan Patung Selamat Datang ini adalah Perunggu
Pelaksana oleh team pematung Keluarga Arca dibawah pimpinan Edhi Sunaso, dengan team yang terdiri dari Trisno, Askabul, Sarpmo, Mon Mudjiman, Suwardhi dan Suwandi.
Penanggung jawab pelaksana ialah Trubus (almarhum) dan Edhi Sunarso.
Proses pembuatan dua kali dilakukan, yang pertama dibuat dengan tinggi 7 meter. Pada waktu itu Bung Karno meninjauSanggar Edhi Sunarso di Karangwuni dengan rombongan para menteri yang diikutsertai pla Duta Besar Amerika Serikat Mr. Jones guna melihat pelaksanaan pembuatan patung ini. Beliau menghendaki agar sedikit diperkecil, maka dibuat lagi dengan format kecil yaitu dengan tinggi 5 meter.
Lama pembuatan patung ini memakan waktu kurang lebih 1 tahun
Diresmikan pada tahun 1962 oleh Bung Karno.
Patung ini hingga sekarang masih tetap merupakan patung yang megah, seolah-olah mengucapkan selamat dating kepada para pengunjung Ibu Kota Jakarta.
Patung Bebaskan Irian Barat
Patung yang terdapat ditengah-tengah lapangan Banteng ini dibuat pada waktu perjuangan bangsa Indonesia untuk membebaskan Irian Barat mencapai puncaknya pada tahun 1962. ide berasal dari Bung Karno, kemudian diterjemahkan oleh Henk Ngatung dalam bentuk sketsa. Ide tersebut tercetus dari Pidato Bung Karno di jogjakarta, dimana dalam pidaato tersebut telah menggerakkan masa untuk bertekad membebaskan saudara-saudaranya di Irian Barat dari belenggu penjajahan Belanda.
Patung ini menggambarkan seorang yang telah berhasil membebaskan belenggu penjajahan Belanda. Secara singkat data-data patung ini adala:
Tinggi patung seluruhnya samai tangan kurang lebih 11 meter
Berat kurang lebih 8 ton
Tinggi patung vootstuk 20 meter terhitung dari jembatan, sedangkan dari landasan bawah 25 meter
Pelaksana oleh P.N Hutama Karya, dengan arsitek Silaban
Pelaksana pematung oleh team pematung keluarrga Arca Yogyakarta di bawah pimp9inan Edhi Sunarso dengan team terdiri dari Trisno, Askabul, Sarpomo, Mon, Mudjiman, Suwandhi dan Suwardi.
Lama pembuatan kuran lebih 1 tahun
Diresmikan pada tanggal 17 Agustus 1963 oleh Bung Karno
Patung Dirgantara
Patung di bundaran Jalan Gatot Subroto ( depan Mabes AURI) ini dibuat berdasarkan rencana Edhi Sunarso, dikerjakan oleh team pematung keluarga Arca Yogyakarta. Pimpinan Edhi sunarso, pataung ini dibuat dari bahan perunggu..
Ide pertama berasal dari Bung Karno yang menhendaki agar dibuat sebuah patung mengenai penerbangan Indonesia. Patung ini menggambarkan manusia angkasa. Maksudnya ialah menggambarkan suatu semangat keberanian untuk menjelajah angkasa.
Data-data singkat mengenai patung ini adalah sebagai berikut:
Arti filosofis melambangkan keberanian/kesatriaan dalam hal kedirgantaraan. Jadi yang ditekankan di sini ialah bukan pesawatnya, melainkan manusianya. Manusia dengan sifat-sifat jujur, berani bersemangat mengabdi yang dilambangkan dalam bentuk manusia dengan kejantanannya semaksimal tenaga.
Tinggi patung 11 meter
Tinggi vootstuk 27 meter, dikerjakan oleh PN Hutama Karya dengan Ir. Sutami sebagai arsitek pelaksana
Berat patung 11 ton
Patung ini dikerjakan oleh team pematung keluarga Arca Yogyakarta di bawah pimpinan Edhi sunarso, sedangkan pengecorannya dilaksanakan oleh pengecoran patung perunggu arsitek dekoratif Yogyakarta piminan I Gardono
Lama pembuatan patung ini 1 tahun (1964-1965), akan tetatpi penyelesaian pemasangannya mengalami kelambatan yang disebabkan keadaan olitik mengalami kegoncangan sebagai akibat kudeta Gerakan 30 September/PKI yang terjadi pada akhir 1965.
Sampai dengan meletusnya G.30 S/ PKI patung ini belum selesai dipasang, bahkan patungnya sendiri belum dipasang sama sekali, sehingga timbul suatu isyu bahwa patung ini adalah menggambarkan alat pencukil mata (yang dipergunakan partai komunis Indonesia dalam gerakan kudeta).
Bung Karno ingin dengan keras hati selekas mungkin membuktikan bahwa isyu tersebut tidak benar, sehingga beliau menghendaki agar secepatnya patung itu dipadang.
Untuk biaya pemasangannya dengan pembiayaan pribadi Bung Karno, yaitu dengan menjual sebuah mobil pribadinya. Dalam pemasangan selalu ditunggui oleh Bung Karno, sehingga kehadirannya selalu merepotkan alat Negara.
Alat pemasangannya sederhana saja, yaitu dengan Derek tarikan tangan. Patung itu berat seluruhnya11 ton. Itu terbagi dalam potongan-potongan masing-masing 1 ton. Pemasangan patung ini selesai pada akhir 1966.
Adapun ini dipasang di tempat ini ialah dengan alasan tempat tersebut strategis merupakan pintu gerbang Jakarta selatan dari Lapangan Terbang Internasional Halim Perdana Kusumah, serta letaknya berdekatan dengan Markas Bear Angkatan Udara Republik Indonesia.
Patung Pemuda Menbangun
Patung yang terletak di bundaran air mancur Senayan ini dibuat oleh team pematung yang tergabung dalam Biro ISA (Insinyur, Seniman, Arsitektur) dibawah piminan Imam Supardi. Penanggung jawab pelaksanan ialah Munir Pamuncak.
Patung ini dibuat dari beton bertulang dengan dicoradukkan semen dan bagian luarnya dilapisi dengan bahan teraso. Pekerjaan dimulai pada bulan Juli 1971 dan selesai diresmikan bulan Maret 1972.
Rencana semula peresmiannya akan dilaksanakan dalam acara Peringatan Hari Sumpah Pemuda tahun 1971, akan tetapi pada saat itu penyelesaian patung belum siap sehingga mengalami kelambatan beberapa bulan.
Patung ini menggambarkan seorrang pemuda dengan semangat menyala-nyala membawa obor, menurut keterangan dari pematungnya, Munir Pamuncak, bahwa perwujudan patung ini ditekankan pada ekspresi gerak.
Patung ini kelihatan dari jauh sebagai hamper tidak berbusana, justru disinilah ditonjolkan oleh sang penciptanya, yaitu expresi gerak dari tokoh pemuda yang ditekankan sehingga nampak nyata guratan-guratan urat daging san pemuda.. makna obor di atas ialah sebagai alat penerang dan artinya secara filosofis ialah untuk menerangi hati yang gelap.
Bahwa pembangunan memungkinkan terbukanya kesempatan beerbagai segi yang menguntungkan, kiranya sudah jelas. Oleh karena itu pembangungan hendaknya berjalan terus. Kalau suatu saat pembangunan terpaksa seret atau berhenti, hendaknya diusahakan untuk menemukan sebab-sebab timbulnya hambatan, agar sedapat mungkin data diatasi sehingga pembangunan berjalan terus menuju sasaran yang ingin dicapai.
Pemuda hendaknya mengambil peran secara aktif dalam pembangunan. Partisipasi pemuda dalam pembangunan sangat diperlukan, karena di tangan pemudalah terletak hari depan suatu bangsa. Tujuan yang ingin dicapai dengan manifestasi patung ini adalah untuk mendorong semangat membangun yang pada hakekatnya harus dilakukan oleh para pemuda atau orang-orang yang berjiwa muda, maka patung ini diberi nama Patung Pemuda Membangun.
Alas an mendirikan Patung Pemuda Membangun di tempat ini adalah berdasarkan alsan praktis dan strategis. Praktis karena tempatnya luas, cukup memenuhi persyaratan untuk memasang patung yang besar itu. Strategis kartena tempat ini meruakan titik pertemuan dari dan ke segenap penjuru kota Kemayoran Baru dan sekitarnya, disamping dekat dari kompleks olah raga Senayan, serta tidak jauh dari Gedung Majelis Permusyawaratan Rakyat dimana rencana-rencana pembangunan utnuk setiap jangka waktu lima tahun ditetapkan.
Patung Pahlawan
Patung di Taman Segitiga Menteng ini dibuat oleh pematung kenamaan bangsa Rusia bernama Matveu Manizer dan Otto Manizer. Patung ini dihadiahkan oleh Pemerintah Unisoviet kepada pemerintah Reublik Indonesia sebgai manifestasi dari persahabatan kedua bangsa. Banyak orang mengira dan menanamkan patung ini patung petani, kartena patung ini menggambarkan dua orang pria-wanita. Prianya ini adalah tipe seorang petani menyandang senapan sedangkan wanitanya adalah tipe seorang ibu yang sedang memberikan sesuap nasi kepada sang pria.
Latar belakang terciptanya patung ini adalah sebagai berikut:
Pada kunjungan resmi Presiden Sukarno ke Uni Soviet pada akhir tahun lima puluh-an, beliau sangaat terkesan dengan adanya patung-patung yang dipasang di beberapa temat di Moskow. Kemudian Bung Karno diperkenalkan dengan pematungnya yaitu Matvei Manizer dan anak laki-lakinya Otto Manizer. Pada akhirnya Bung Karno mengundang kedua pematung tersebut berkunjung ke Indonesia guna pembuatan sebuah patung mengenai perjuangan bangsa Indonesia untuk kemerdekaan yang pada waktu itu dimaksudkan untuk membebaskan Irian Barat dari penjajahan Belanda.
Kemudian kedua pematung tersebut dating ke Indonesia dan mengunjungi berbagai daerah di Indonesia untuk mendapatkan inspirasi untuk patung yang akan dibuat. Maka bertemu dengan penduduk setempat, di suatu desa di daerah Jawa Barat, mereka mendengar sebuah legenda atau dongeng mengenai seorang ibu yang mengantarkan anak laki-lakinya berangkat menuju medan perang untuk mendorong keberanian sang anak bertekad memenangkan perjuangan dan sekaligus selalu ingat kepada anak laki-lakinya. Begitulah bunyi dongeng yang mereka dengar dari rakyat di daerah Sunda, kemudian dibuatlah patung yang demikian.
Patung pahlawan ini dibuat dari bahan perunggu. Dib uat di Uni Soviet kemudian didatangkan ke Jakarta dengan kapal laut. Diresmikan oleh presiden Soekarno pada tahun 1963 dengan menempelkan plakat pada vootstuknya berbunyi: “ Bangsa yang menghargai pahlawannya adalah bangsa yang besar”.
Alas an memasang patung Pahlawan ini di tempat tersebut ialah karena tempatnya luas memenuhi persyaratan untuk sebuah patung besar dan tempat tersebut sangat strategis. Juga tidak jauh dari tempat Markas Korps Komando Angkatan Laut RI yang pada waktu itu sedang berjuang untuk membebaskan Irian Barat.
Patung Bahari
Patung yang terdapat di halaman Markas Besar Angkatan Laut RI ini dibuat atas ermintaan Menteri Panglima Angkatan Laut L.E. Martadinata almarhum, didresmikan pada tahun 1965. patung ini dibuat dari bahan perunggu dan dikerjakan oleh team pematung keluarga Arca Yogyakarta pimpinan Edhi sunarso.
Patung ini menggambarkan seorang manusia Bahari (pelaut) dengan perkakas vitalnya, jangkat merupakan symbol atau lambing kepahlawanan bahari. Makna secara filosofis ialah gugurnya seorang pahlawan pelaut tak dikenal, manusia dengan alat kebahariannya yang terjelma menjadi satu dan laut adalah bahagian dari jiwanya.
Alas an menempatkan patung Bahaari di sini ialah bahwa tempat ini bersejarah bagi angkatan laut RI semenjak berdirinya.
Adapun data-data patung ini secara singkat adalah sebagai berikut:
Tinggi patung 3 meter
Berat patung seluruhnya 1,5 ton
Bahan dari perunggu
Penaggung jawab pelaksana Edhi Sunarso, dengan team pematung keluarga Arca Yogyakarta dibantu oleh Hari Djauharudin
Pengecoran dilaksanakan oleh pengecoran Patung Perunggu Artistik Dekoratif Yogyakarta pimpinan I Gardono
Diresmikan dalam rangka peringatan Hari Dharma Samudrea tanggal 15 Januari 1967 oleh Menteri Panglima Angkatan Laut RI Laksamana R.E. Martadinata
Monumen Pancasila Sakti
Peristiwa Lubang Buaya merupakan suatu episode yang tragis dari celah-celah keseluruhan patriotisme perjuangan Nasional bangsa Indonesia.peristiwa penghianatan G.30s/PKI telah merupakan suatu fakta sejarah dimana pahlawan revolusi telah gugur karena diculik oleh oran-orang PKI. Ke tujuh Pahlawan Revolusi yang gugur akibat keganasan dan kekejaman PKI tersebut adalah: Jendreal ahmad Yani, Jenderal S. Parman, Jenderal Suprapto, Jendeereal Sutoyo, Jendreal Haryono M.T, Jenderal Panjaitan dan Kapten P. Tendean.
Ketujuh Pahlawan Revolusi ini diabadikan berbentuk patung dan monument yang berdiri dapa sebuah alas berbentuk lengkkung dengan hiasan relief. Pada relief ini dapat kita lihat peristiwa mulai prolog, kejadian sert epilog dan penumpasan D30s/PKI oleh ABRI dan rakyat. Dibelakan patung terdapat dinding latar belakang yang berbentuk trapezium yang tingginya 17 meter di mana terdapat relief bergambar Pancasila lambangNegara Republik Indonesia.
Bagian tugu tersebut di atas berdiri landasa yang berukuran 17×17 meter persegi dengan tangga yang tinggina 7 anak tangga (sapta marga ). Di atas landasan bagian depan kanan dan kiri terdapat pot api yang besar dan dinyalakan hanya pada waktu upacara Malam Hari, maksudnya untuk menghidukan tokoh-tokoh patung tersebut, karena gerakan-gerakan api menimbulkan bayangan-bayangan sehingga menambah suasana lebih khidmat.
Secara garis besar monument ini mempunyai wujud sebagai berikut:
Cangkup di atas sumur di mana para pahlawan revolusi dipendam pertama kali
Tugu yang merupakan batu peringatan terhadap tujuh pahlawan revolusi serta relief rangkaian cerita peristiwa sekitar G30S/PKI
Lapangan upacara.
Maksud didirikannya bangunan monument Pahlawan Revolusi ini untuk:
Mengungkapkan fakta sejarah kekejaman terror G30S/PKI
Mengenang jasa dan perjuangan para pahlawan revolusi
Menanamkan kesadaran kesaktian Pancasila]meningkatkan kesiap-siagaan dan kewaspadaan mental ideologis.
Tujuan utama dari pendirian monument pahlawan revolusi adalah:
Disamping untuk mengenag gugurnya para pahlawan revolusi juga sekaligus untuk dijadikan suatu pusat pembinaan tradisi memeringati kesaktian Pancasila
Untuk membulatkan tekad meneruskan perjuangan, mengawal serta mengamalkan daan selalu mempertahankan Pancasila secara gigih sesuai dengan naluri, amal bhakti para pahlawan perjuangan bangsa
Dalam rangka mensukseskan pelaksanaan pembangunan lima tahun dengan berdasarkan kebenaran dan keampuhan Pancasila, menciptakan suasana tenang, waspada dan bijaksana serta mewujudkan kebulatan tekad dan daya juang bersendikan dan beriwa kemurnian Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Lebar platform pintu gerbang pertamanya 17 meter mempunyai tangga sebanyak 5 anaka tangga.
Gerbanga ini mempunyai:
Jarak besi sumbu ke sumbu 17 cm
Tinggi pagar 17 cm dari tanah
Jarak antara kaki ke tembok 45 cm
Di atas pagar temat motif bunga bakung
Di atas tiang-tiang pagar motif garuda
Lapangan upacara
Gerbang utama dan jalur 7
Cungkup yang terdiri dari: makara, tangga, surya, sangkakala, tumpang sari, hiasan plafonf, dan hiasan puncak atap
Tugu yang terdiri atas patung-patung 7 pahlawab revolusi.
Secara singkat daa-data lain mengenai monument ini adalah sebagai berikut:
Perencana/penanggung jawab Saptoto
Pelaksana Edhi Sunarso
Team pelaksana Mahasiswa jurusan Seni Patung STSRI/ASRI Yogyakarta
Jangka waktupelaksanaan 1 tahun
Tinggi patung-patung 7 pahlawan revolusi 2.5 meter
Tinggi relief 1.5 meter panjangnya 20 meter
Bahan pembuatan batu cor (artificier stone)
Pelaksana landasa oleh Zenie Angkatan Darat pimpinan Kolonel Ir. Kamaryani
Brat masing-masing tokoh patung kurang lebih 80 kg
Di tepi lubang sumur di dalam cungkup terdapat batu bertulis berisi pernyataan tekad pejuang Pancasila yang berbunyi” Cita-cita perjuangan kami untuk menegakkan kemurnian Pancasila tidak mungkin dipatahkan hanya dengan mengubur kami di dalam sumur ini”. Lubang buaya, 1 oktober 1973.
Diresmikan oleh Presiden RI Jenderal Suharto dalam acara Hari Kesaktian Pancasila tanggal 1 Oktober 1973.
Monumen Gajah Mada
Monument Gajah Mada terletak di halaman depan sisi kanan Masrkas Besar Kepolisisan RI, di perempatan jalan menuju Kebayoran Baru yang menghadap ke ruang lepas yang merupakan lapangan upacara kepolisisan Negara. Monument ini diciptakan oleh Mikhail Wowor dalam tahun 1962, yang tersiri dari Patung Gajah Mada dan Relirf Tribrata dan Catur Prasetya.
Makna monument
Monument memiliki fungsi yang bertingkat-tingkat, yaitu:
Tingkat I memperingati/menghormati invidu yang berkepribadian dan yang mempunyai ide dan cita-cita yang luhur dan tinggi bagi masyarakat, maka dalam hal ini tokoh Gajah mada adalah tokoh ide yang dapat diartikan ide kita semua.
Tingkat II memperkenalkan atau menyebarluaskan ide dan cita-cita tkoh masyarakat tersebut
Tingkat III meletakkan sebuah tanda yang mengikat tempat dan waktu, dalam hal ini tinggak sejarah yang menghiaskan langkah-langkah yang telah dicapai dan mengukuhkan tekad melnjutkan perjuangan mencapai cita-cita.
Tingkat IV melanjutkan cita-cita tokoh masyarakat dan mewariskan semangat juang kepada generasi mendatang agar tercapau cita-cita itu oleh kita semua
Tingkat V mengjak kita untuk seecara minimal meniru semangat perjuangan tokoh ide tersebut dan secara maksimal melebihi atau menyempurnakan perjuangan tokoh tersebut sesuai dengan situasi dan kondosi zaman.
Makna Patung Gajah Mada
Gajah Mada adalah tokoh kepribadaian yang memiliki ide dan citra-cita yang tinggi terhadap kesejahteraan dan kebesaran serta persatuan bangsa Indonesia yang disimpulkan dalam tekad yang terkenal sebagai Sumpah Palapa yang maknanya ialah peersatuan bangsa Indonesia sebagai sayarat utama mencapai tujuan kesejahteraan tersebut.
Gajah Mada adalah tokoh kenegarran yang sekaligus pendekar kepahawanan bangsa yang telah mencaai kegemilangan dan menurunkan pedoman kesatriaan bagi pejuang-pejuang bangsa yang setelah berabad-abad dapat bertahan dan kini kita pakai yang kita kenal kesaktiannya “ Tribrata dan Catur Prasetya” yaitu :
Tribarata :
Polisi itu:
1) Restrasewakottama :abdi utama dari pada Nusa dan Bangsa
2) Negara Yarottama : warga Negara utama daripada Negara
3) Yana Annuqa Sanadharma : wajib menjaga ketertiban pribadi dari pada rakyat
Catur Prasetya
1) Satya Kaprabu : setia kepada Negara dan piminannya
2) Hanyaken musuh : mengeyahkan musuh-musuh Negara dalam masyarakat
3) Gineung Pratidina : mengagungkan Negara
4) Tan Satrisna : tidak terikat kepada sesuatu
Kesimpulan dari hakiki dan abdi dari Gajah Mada itu adalah Sumpah Palapa dan Tribrata/Catur Prasetya.
Secara singkat data-data mengenai patung ini adalah sebagai berikut:
1) Ukuran : tinggi monument seluruhnya 17 meter, tinggi vootstuk 8 meter. Arti simbolik melalui angka-angka ukuran tersebut adalah bermakna tanggal 17 Agustus
2) Bahan : terpadu secara kuat dan padat dalam essensi batu yang terdiri dari adonan semen, pasir, kerikil dan batu kali serta besi kerangka. Batu yang diwakili oleh beton cor dengan tekstur polos.
3) Berat : besi beton, semn, pasir, koral, kawat, paku dan batu kali seluruhnya berjumlah 323 ton.
4) Tenaga : tenaga kreatif : Mikhail Wowor, pemimpin danggar Wowor. Asisten admisnistrasi dan teknis: Edhi Kumaat. Kepala tukan 1 orang, dengan kelompok pekerjaannya 30 orang sebagai tenaga kasar, mereka adalah putra-putra Jakarta, asli dari Pondok Cina Jakarta Selatan.
5) Waktu : lamanya dibuat 3 bulan
Tahap Tahap Pembuatan
Monument dibangun dalam 4 tahap
1) Tanggal 27 Mei 1962 : kerangka besi patung dan pondasi sekaligus dikerjakan secara terpisah tempat, kemudian kerangka patung dinaikkan ke atas kaki patung dan disambung rangka-rangka besinya langsung, dipsang peti cornya.
2) Tanggal 27-31 Mei 1962: mengecor patung dalam waktu 24 jam, disusul dengan pengecoran relief. Dalam waktu 1 minggu peti cor dibuka secara berangsur-angsur, mulai dari kepala patung sampai mulai pematahan kasar.
3) Tangal 1-29 Juni 1962: pemahatan patung dan relief dimulai secara pesat, mengejar mengerasnya beton. Pada tanggal 1 Juli 1962: peresmian monument oleh Bung Karno.
4) Tanggal 15 Juli-15 Agustus 1962: setelah beton cukup membatu, dilaksanakan finisfhin touch selama satu bulan.
Latar Balakang Sejarahnya
Sejalan dengan pada waktu yang sama dengan pelaksanaan Trikora maka persmian Monumen Gajahmada pada saat dan dalam suasana upacara Pelaksanaan sukarelawan-sukarelawan Trikora oleh Presiden Soekarno pada tanggal 1 juli 1962. Maka Monumen Gajahmada menanamkan tekad Sumpah Palapa ke dada setiap pejuang sukarelawan Indonesia yang akan maju ke medan pertempuran.
-6.911293
107.626893